BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara umum
aliran Materialisme, Eksistensialisme, dan Idealisme merupakan suatu aliran
filsafat yang lahir karena ketidakpuasan beberapa filusuf memandang filsafat
pada masa yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme yunani.
Oleh karena itu, mereka ingin menghidupkan kemabali rasionalisme keilmuan
subyektifitas (individualisme), humanisme, dan lepas dari pengaruh atau
dominasi agama (gereja).
2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Memenuhi tugas dari dosen mata kuliah pengantar filsafat.
2.
Untuk megetahui aliran-aliran ilsafat modern.
3. Untuk meningkatkan kreatifitas
dalam pembuatan makalah.
3. Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada
penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku
yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
4. Rumusan Masalah
a.
Pengertian
Idealisme dan Pemikiran Tokohnya
b. Pengertian
Materialisme dan Pemikiran Tokohnya
c.
Pengertian
Positivisme dan Pemikiran Tokohnya
BAB II
PEMBAHASAN
1.
IDEALISME
a.
Pengertian Idealisme
Para
Penganut Paham Naturalisme dan Materialisme mengatakan bahwa istilah-istilah
yang mereka sarankan ( Materi, alam, dan sebagainya ). Sudah cukup untuk
memberikan keterangan mengenai segenap kenyataan.
Kiranya
ada hal-hal seperti pengalaman, nilai, makna dan sebagainya yang tidak akan
mengandurng makna, kecuali jika ada usaha untuk memperkenalkan istilah-istilah
yang lain atau merupakan tambahan terhadap istilah-istilah yang bersifat
naturalistis.
Dengan
demikian tampak bahwa “jiwa” atau “roh”. Merekan Istilah yang harus ada sebagai
tambahan terhadap istilah-istilah yang lain. Mereka yang mengatakan bahwa
Pengertian “jiwa” atau “roh” diperlukan, dinamakan “kaum idealis” dan ajarannya
dinamakan Idealisme
b.
Pemikiran Tokoh-tokoh Kaum Idealisme
G. Watts
Cunningham, salah seorang diantara kaum Idealisme yang terkemuka di Amerika
Serikat, memberikan definisi paling sederhana kepada Idealisme sebagai berikut
:
“
Idealisme merupakan suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar
kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam
ruang dan waktu sampai pada hakekatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi
logika kita harus membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang
dalam hubungan tertentu bersifat mendasari hal-hal tersebut.[[1]]
I.
Alam
Sebagai Sesuatu yang Bersifat Rohani
Secara umum dapat dikatakan ada dua macam Kaum Idealis yaitu kaum
Spiritualis dan kaum Idealis. Para penganut paham spiritualisme ( jangan
dicampuradukan dengan Ilmu Pengetahuan Semu yang disebut Spiritisme )
berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat dikembalikan kepada atau berasal
dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbeda-beda derajatnya.
II. Tingkat-tingkat Alam
Pendirian bahwa dalam alam semesta dapa dipulangkan kepada atau berasal
dari roh ditolak oleh Kaum Idealis Macam Kedua, yaitu Menganut Paham Dualisme.
Kaum Idealis yang dualistis menyatakan bahwa alam merupakan tatanan yang
mempunyai tingkat-tingkat yang berbeda-beda.
III. Penalaran yang didasarkan atas Makna
Menurut, Wilbur M. Urban, seorang Penganut Idealisme yang lain dewasa ini,
berpendirian, semua penganut paham idealisme tentu bersepakat bahwa dunia kita
ini mengandung makna. Sebab jika tidak demikian, makna tugas para Filsuf yang
sebenarnya menjadi tidak berarti.
Demikian kata Urban, dapatlah dipahami bahwa tatanan alam yang didasarkan
atas berlakunya humu sebab-akibat sudah mengandalkan adanya makna dan tidak
sebaliknya, karena tatanan alam sesungguhnya merupakan bagian dari suatu
kebulatan yang lebih besar.
Kaum Idealis juga mengatakan bahwa yang terdalam ialah nilai-nilai
merupakan Pengandaran bagi adanya makna.
Langkah terakhir dari Penalaran diatas menyatakan sebagi berikut :
Suatu makna
jika hendak dikatakan makna harus diketahui terlebih dahulu, suatu nilai jika
hendak dikatakan nilai harus mendapat penghargaan. Kiranya dapat disimpulkan
bahwa karena didunia terdapat makna dan nilai, maka yang sedalam-dalamnya ialah
sejenis Jiswa yang dapat mengetahui makna-makna tadi dan yang dapat memberikan
penghargaan, kepada nilai-nilai sesuatu yang sedalam-dalamnya dari Alam
Semesta, meskipun mungkin bukan merupakan substansi yang dalam.
IV. Jiwa dan Nilai
Istilah
roh dalam khasanah kata-kata kita adalah pengakuan mengenai adanya nilai-nilai
dan adanya sesuatu dalam diri kita, yang berupa alat-alat inderawi kita, yang
menangkap dan memberi penghargaan kepada nilai-nilai tersebut. Dengan kata lain
sesuatu dalam diri kita yang memberikan pengakuan serta penghargaan kepada
nilai-nilai itulah yang dinamakan roh.
Menurut
William E Hocking, seorang idealis yang terkemuka lebih jauh lagi langkahnya
dalam usaha memberikan penjelasan mengenai istilah “jiwa”. Jiwa bersifat
mempersatukan segala hal. Misalna, mempersatukan yang sungguh-sungguh ada dan
yang mungkin ada. Setiap hal yang bersifat fisik senantiasa termasuk dalam
salah satu segi dari pasangan-pasangan diatas dan tidak sekaligus dalam
termasuk dalam kedua macam segi. Setiap
hal semacam ini senantiasa merupakan fakta yang sungguh-sungguh ada pada masa
kini. Maka yang membedakan jiwa dari setiap obyek alam ialah bahwa jiwa selain
merupakan sandaran bagi yang mungkin ada, masa depan dan yang bernilai atau
secara singkat merupakan sandaran bagi kemungkinan adanya nilai-nilai dimasa
depan. Kegiatan hakikatnya ialah mempertautkan nilai-nilai yang mungkin
terdapat dimasa depan dengan fakta yang sungguh ada di masa kini. Dan menurut hemat saya hanya jiwalah yang
dapat melakukan itu. Jiwa itulah yang merupakan satu-satunya alat yang dapat
mewujudkan kemungkingan-kemungkinan di masa depan.
Seorang
Idealis mengatakan bahwa pada hakekatnya untuk dapat memberikan penjelasan
terhadap kenyataan kita memerlukan istilah-istilah seperti ”jiwa”, ”nilai-ilai”,
dan ”makna” sebagai tambahan terhadap dan yang mendahului istilah-istilah yang
lain sperti ”alam”, ”kualitas”, ”ruang”, ”waktu”, ”materi” dan sebagainya.
Sejumlah
kaum Idealis berpendirian bahwa semua kenyataan merupakan jiwa. Ajaran semacam
ini disebut ”Pan Psikisme”. Mendasarkan diri pada semacam eklektisisme yaitu
dengan menggunakan istilah-istilah yang berasal dari bahasa-bahasa yang dipakai
oleh para penganut ajaran naturalisme maupun idealisme.
Misalnya,
istilah roh mutlak yang menunjuk kepada sesuatu yang mengatasi alam, sedangkan
kaum naturalis karena berpendirian bahwa segenap kenyataan bersifat kealaman,
pasti menolak roh mutlak dan memandangnya tidak mengandung makna. Begitu pula,
naturalisme pasti mengajarkan bahwa jiwa merupakan hasil proses alami kaum
idealis pasti menantang pendirian semacam ini.
2.
MATERIALISME
a.
Pengertian Materialisme
Materialisme
adalah paham yang menyatakan bahwa alam terdiri dari unsur-unsur yang disebut
materi. Sebelum dikembangkannya fisika modern, ataom merupakan substansi renik
yang keras, tidak dapat ditembus. Setelah berkembangnya fisika modern ternyata
ditemukan unsur yang lebih kecil didalam atom. Hal demikianlah yang disebut
mater.
Kamu
materialis pada masa lampau memandang alam semesta tersusun dari zat zat renik
serta dapat diterngkan dengan hukum-hukum dinamika. Dari pendapat itulah para
materialis modern menemukan rumus fisika modern yaitu E=mc², yang menyatakan bahwa tenaga E posisinya
dapat saling dipertukarkan dengan massa m.
Menurut
kaum materialis dewasa ini dengan salah satu cara yang sudah disesuaikan
berdasarkan penemuan-penemuan ilmu positif yang baru (Red.TW), mengatakan bahwa
substansi yang paling dalam adalah materi. Dengan demikian pernyataan yang
mengungkapkan bahwa “kenyataan dianggap material” dipandang bahwa segala
sesuatu yang hendak dikatakan nyata (I) dalam babak terakhir berasar dari
materi atau (e) berasal dari gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi.[[2]]
Dewasa ini
yang dianut materialisme baru bahwasanya yang ada permulaannya adalah materi.
Materialisme modern menyatakan pola anorganis ada terlebih dahulu dari pada
organisme yang hidup. Sistem material organis tersusun secara tinggi serta
berliku-liku. Sedangkan
sistem material anorganis tersusun lebih rendah dan sederhana dibandingkan
sistem organis. Materi yang tersusun secamam itu membua jlan bagi tingkatan
susunan yang secara keseluruhan merupakan kebulatan yang ciri pengenalnya ialah
keadaannya yang diatur oleh hukum-hukum yang berbeda.[[3]]
b.
Pemikiran Tokoh-tokoh Kaum Materialisme
I. Ilmu (Positif) Definisi Mengenai Kenyataan
Bagi kaum materalis memandang
kenyataan merupakan apa yang ditetapkan oleh ilmu sebagai kenyataan. Sedangkan
hasil penelitian fisika maupun kimia sebagai pembatasa mengani apa yang
dimaksud dengan materi. Seluruh alam semesta dipandang berasal dari materi
terdalam. Selanjutnya pada setiap tahapan dapat memunculkan cara-cara baru
mengenai gerak gerik. Demikian itulah akibat dari pola-pola baru dalam
penyusunan materi.
Dilihat dari perbedaan,
pandangan mengenai materialisme modern dan materialisme yang lebih tua terletak
pada kemajuan ilmu. Materialisme mengambil hasil-hasil ilmu. Bahan acuan bagi
materialisme ialah hasil-hasil penemuan ilmu modern.
Menurut Roy Wood Sellars,
pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang paling memadai yang kita miliki
II. Ontologi kaum Materialis
Sellar mengungkapkan sejumlah pendirian kaum
materialis di bidang Ontologi. Hal tersebut akan dikutip dibawah ini :
1). Pengertian yang jelas mengenai ”materi”
dapat diperoleh berdasarkan sejumlah kategori yang ditetapkan secara empiris,
seperti kesinambungan, eksistensi, kegiatan sebab-akibat, yang dihubungkan
dengan fakta-fakta empiris yang terperinci mengenai struktur, gerak-gerik dan
daya pengaruh dalam kerangka ruang-ruang tertentu, kategori-kategori semcam ini
diperoleh dengan cara memahami secara akal sembari kerja atas dasar tangkapan
inderawi dan kesadaran diri.
2). Naturalisme yang sudah dewasa tidak akan
memulangkan segala sesuatu kepada satu jenis substansi belaka dan juga tidak
mengajarkan bahwa segala sesuatu tersusun dari atom-atom yang serba ditentukan
oleh hukum-hukum mekanika.
3). Alam semesta bersifat abadi dan sebagai
keseluruhan tidak terarah secara lurus kepada suatu tujuan tertentu.
4). Jiwa merupakan kategori rohani maupun
jasmani dan bersangkut-paut dengan kegiatan-kegiatan serta kemampuan-kemampuan
yang melekat pada diri yang bersifat organis yang berada dalam tingkatan
penggunaan otak.
5). Substansi-substansi material atau zat-zat
yang berkesinambungan terjadi serta rusak dalam kerangka kelestarian segenap
hal yang bersifat material sebagai keseluruhan.
6). Kesadaran merupakan suatu kualitas
tersembunyi yang di dalamnya manusia mendapatkan sumber bagi kegiatan-kegiatan
yang dilakukanny.[[4]]
III. Materalisme merupakan paham monistis
Paham monistis merupakan
pendirian materialisme dijaman modern ini. Dalam babak terakhir segala sesuatu
berasal dari unsur dasar yang disebut materi. Kenyataan senantiasa
bereksistensi. Segala hal yang bersifat materi senantiasa menempati ruang
tertentu yang bersangkutan dengan waktu
IV. Perkembangan antara materialisme dan
naturalisme
Kaum naturalis dapat dikatakan
sebagai seorang materialis saat kaum naturalis menyatakan pengertian materi
hendaknya tidak dibicarakan dalam bidang Ontologis melainkan dengan ilmu
pengetahuan, yaitu fisika. Keduanya mendasari diri dari hasil-hasil ilmu
pengetahuan serta menilai tingi metode-metode ilmiah
Dalam membahas mengenai
kenyataan, kaum materialis menggunakan kata “materi” sebagai istilah pokok
paham mereka. Namun bagi kaum naturalis, mereka menggunakan kata alam sebagai
istilah pokok paham mereka. Kaum materialisme berpendapat bahwa segala sesuatu
yang ada bersifat kealaman sekaligus bersifat kebendaan mati. Sedangkan bagi
Naturalisme apa saya yang ada bersifat kealaman.
3.
POSITIVISME
a.
Pengertian Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang
berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan
dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.[[5]]
b.
Tokoh Aliran Positivisme
I.
Positivisme mempunyai
tokoh aliran yaitu Agus Comte (1978-1857M). Menurut Comte, indera mempunyai
peranan penting dalam memperoleh pengetahuan. Indera saja belum cukup, maka
dari itu perlu dipertajam dengan alat bantu serta didukung dengan eksperimen.
Eksperimen memerlukan pengukuran yang jelas, misalnya panas diukur menggunakan
termometer. Menurut paham positivisme kita memerlukan ukuran yang jelas serta
teliti. Kemajuan sains benar-benar dimulai
II.
Pada dasarnya
positivisme bukan aliran khas yang
berdiri tersendiri. Paham positivisme melengkapi Empirisme dan Rasionalisme
yang bekerja sama. Dengan demikian paham positivisme menyempurnakan metode
ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan pengukuran. Jadi positivisme
sama dengan gabungan dengan Empirisme dan Rasionalisme.
III.
Menurut Agus Comte,
perkembangan pemikiran manusia secara personal maupun bangsa melewati tiga
zaman yaitu :
o
Zaman
Teologis
Zaman Teologis yaitu zaman
dimana manusia mempercayai bahwa dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa adlkodrati
yang mengatur fungsi tersebut. Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode,
yaitu :
1). Periode Pertama dimana benda-benda
dianggap berjiwa (animisme)
2). Periode Kedua manusia mempercayai
dewa-dewa (politeisme)
3). Periode Ketiga manusia percaya pada satu
Tuhan
o
Zaman
Metafisis
Zaman Metafisi, kekuatan yang
adlkodrati digantikan dengan ketentuan abstrak
o
Zaman
Positif
Zaman Positif yaitu zaman
orang yang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang hal yang mutlak,
namun mencari hukum-hukum dari fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman
serta akalnya. Tujuan utama zaman ini akan terpenuhi bila gejala-gejala dapat
disusun dan diatur dibawah satu fakta yang bersifat umum.
IV. Hukum tahap ini tidak berlaku untuk
seluruh rohani umat manusia, tetapi berlaku perorangan.
V. Perkembangan ilmu pengetahuan tersusun
sedemikian rupa, sehingga satu ilmu yang mengandalkan ilmu-ilmu sebelmunya.
Dengan demikian Comte menempatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan : ilmu
pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Idealisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa
dan roh. Ada beberapa tokoh idealisme diantaranya yakni: G. Watts Cunningham,
Wilbur M. Urban, dan William E Hocking.
2. Materialisme adalah aliran yang memandang
bahw segala sesuatu adalah realitas, dan realitas seluruhnya adalah materi
belaka. Aliran materialisme juga merupakan aliran yang berpendapat bahwa segala
sesuatu dari materi, oleh materi dan kembali pada materi.
3. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang
positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam
pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan
DAFTAR
PUSTAKA
G. Watts Cunningham, The Idealistic Argument in Recent British
dan American Philosphy, New York : Appelton-Century-Crofste, ine 1993.
Kattsoff, louiso, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta :
Penerbit Tiara Wacana Yogya, 1992)
Roywood Sellars, dkk (eds), Philosphy For The Future, (New York :
Macmillan Co, 1949)
______________,
“ Is Naturalism Enough”, dalam Jurnal of
Philosophy, Vol X, No.20 (Sept, 1944)
Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung : Penerbit CV.
Pustaka Setia, 1997)
[1]
G. Watts Cunningham, The Idealistic
Argument in Recent British dan American Philosphy, New York : Appelton-Century-Crofste, ine 1993, hal 339
[2]
Kattsoff, louiso, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta
: Penerbit Tiara Wacana Yogya, 1992), hlm.220
[3]
Roywood Sellars, dkk (eds), Philosphy For
The Future, (New York : Macmillan Co, 1949) hal VI-VII
[4]
Roy Wood Sellar, “ Is Naturalism Enough”,
dalam Jurnal of Philosophy, Vol X, No.20 (Sept, 1944), hal 541
[5]
Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum,
(Bandung : Penerbit CV. Pustaka Setia, 1997), hlm 133
1 komentar:
thanks, tu janinnya mengganggu banget. hahaha, bikin ga konsen
Posting Komentar