Senin, 13 Mei 2013

ULUM AL-HADITS Kelompok Inkar al-Sunnah (Sejarah kemunculan hingga munculnya Inkar Sunnah di Indonesia)



PENDAHULUAN

Hadits Nabi saw telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan al-Qur’an yang semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian besar hadis Nabi saw tidaklah diriwayatkan secara mutawatir dan pengkodifikasiannya pun baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani Umayyah.
Hal yang disebutkan terakhir, didukung oleh beberapa faktor lainnya, oleh sekelompok kecil (minoritas) umat Islam dijadikan sebagai alasan untuk menolak otoritas hadis-hadis Nabi saw sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Dalam wacana ilmu hadis, dikenal dangan kelompok inkar al-sunnah.
Mengesampingkan, apalagi menafikan kedudukan Sunnah sebagai wahyu, berarti memenggal pilar utama yang menyangga tegaknya ajaran Islam itu sendiri dan sekaligus menolak fungsi ke-Nabi-an Muhammad saw.
Dalam hal ini makalah akan dibahas tentang inkar sunnah, mulai dari pengertian, tokohnya, sejarahnya, dan sebagainya.


PEMBAHASAN

A.     Pengertian Inkarussunnah
Kata “Inkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Inkar” dan “Sunnah”. Kata “Inkar” mempunyai beberapa arti di antaranya: “Tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-irfan, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati.[1]
Menurut istilah ada beberapa definisi Inkar Sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya di antaranya sebagai berikut:
1.      Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Alquran.
2.      Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau secara formal d kodifikasikan para ulama, baik secara totalitas muttawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasaan yang dapat diterima.[2]
Paham Inkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah muttawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja dan atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak ddasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal yang sehat, seperti seorang muktahid yang menemukan dalil yang lebih kuat dar pada hadis yang ia dapatkan, atau hadis itu tidak sampaikepadanya, atau karena kedhaifannya, atau karena ada tujuan syar’i yang lain, maka tidak digolongkan Inkar Sunnah.
Inkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Penyebutan Inkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori Inkar as-sunnah, termasuk di dalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.[3]

B.    Sejarah Inkar Sunnah
Sejarah perkembangan Inkar Sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern, diantaranya sebagai berikut:
1.      Inkar Sunnah Klasik
Inkar Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (wafat 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukkum Islam baik muttawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As-Sunnah (pembela Sunah) pernah didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh sunnah, baik muttawatir maupun ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.[4]
Secara garis besar, Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok pengInkar sunah yang berhadapan denga Asy-Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
a.     Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Alquran saja yang dapat dijadikan hujjah.
b.     Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Alquran.
c.      Hanya menerima sunnahmuttawatir seja dan menolak selain muttawatir yakni sunnah ahad.[5]
Kesimpulannya, Inkar sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte-sekte dalam Islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya, dengan cara saling mencari para sahabat dan melemparkan hadis palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam memberikan kriteria peresyaratan kualitas sunnah. Inkar sunnah klasik hanya terdapat di Bahrah Irak karena ketidaktahuannya tentang kedudukan sunnah dalam syari’ah Islam, tetapi setelah diberikan penjelasan akhirnya menerima kehujahannya.[6]
2.      Inkar Sunnah Modern
Sebagaimana pembahasan di atas, bahwa Inkar Sunnah Klasik lahir di Irak (kurang lebih abad 2 H/7 M), kemudian menetas kembali pada abad modern di India (kurang lebih abad 19 M/ 13 H), setelah hilang dari peredarannya kurang lebih 11 abad. Baru muncul Inkar sunnah di Mesir (pada abad 20 M).
Sebab utama pada awal timbulnya Inkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Inggris 1857 M. Berbagai usaha-usaha yang dilakukan kolonial untuk perdangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori Barat untuk memberikan interpretasi hakekat Islam. Seperti yang dilakukan oleh Ciragih Ali, Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadliyani dan tokoh-tokoh lain yang menghindari hadis-hadis jihad dengan pedang, dengan cara mencela-cela hadis tersebut. Di samping ada usaha dari pihak umat Islam menyatukan berbagai Mazhab hukum Islam, Syafi’i, Hanbali, Hanafi, dan Maliki ke dalam satu bendera yaitu Islam, akan tetapi pengetahuan keislaman mereka kurang mendalam.
Kemudian jika kelompok Inkar Sunnah abad klasik sulit untuk diidentifikasi, maka kelompok Inkar Sunnah abad modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui dengan jelas dan pasti, seperti yang ditampilkan oleh Irsyadunnas dalam tulisannya: Inkar Al-Sunnah; sejarah kemunculan dan perkembangannya, yaitu:
a.     Taufiq Shidqi ( w. 1920 m
Tokoh ini berasal dari Mesir, dia menolak hadits Nabi SAW, dan menyatakan bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam. Menurutnya "al-Islam huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-Qur'an itu sendiri). Dia juga menyatakan bahwa tidak ada satu pun Hadits Nabi saw yang dicatat pada masa beliau masih hidup, dan baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena itu menurutnya, memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi. Namun ketika memasuki dunia senja, tokoh ini meninggalkan pandangannya dan kembali menerima otoritas kehujjahan hadits Nabi SAW.
b.     Rasyad Khalifa
Dia adalah seorang tokoh Inkar Sunnah yang berasal dari Mesir kemudian menetap di Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam yang berakibat pada penolakannya terhadap hadits Nabi SAW.
c.      Ghulam Ahmad Parwes
Tokoh ini berasal dari India, dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah: bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para pemimpin umat untuk menentukannya secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan dan situasi masyarakat. Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada hadits Nabi SAW. Anjuran taat kepada Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide yang telah dipraktekkan oleh Nabi SAW, bukan kepada Sunnah secara harfiah. Sebab kata mereka, Sunnah itu tidak kekal, yang kekal itu sistem yang terkandung di dalam ajaran Islam.
d.     Kasim Ahmad
Tokoh ini berasal dari Malaysia, dan seorang pengagum Rasyad Khalifa, karena itu pandangan-pandangnnya pun tentang hadits Nabi SAW sejalan dengan tokoh yang dia kagumi. Lewat bukunya, "Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim Ahmad menyeru Umat Islam agar meninggalkan hadits Nabi SAW, karena menurut penilaianya hadits Nabi SAW tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Hadits Nabi saw. Lebih lanjut dia mengatakan "bahwa hadits Nabi SAW merupakan sumber utama penyebab terjadinya perpecahan umat Islam; kitab-kitab hadits yang terkenal seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang berkualitas dhaif dan maudhu', dan juga hadits yang termuat dalam kitab-kitab tersebut banyak bertentangan dengan al-Qur'an dan logika.

e.     Tokoh-tokoh Inkar Sunnah asal Indonesia
Tokoh Inkar Sunnah yang berasal dari Indonesia adalah Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad. Sekitar tahun 1983 an tokoh ini sempat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi dikarenakan pandangan-pandangan mereka terhadap al-Hadits. Untuk menanggulangi keresahan, maka keluarlah "Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep. 169/J. A/1983 tertanggal 30 September 1983" yang berisi larangan terhadap aliran Inkar Sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

C.    Pokok-Pokok Ajaran Inkar Sunnah
Di antara ajaran-ajaran pokoknya adalah sebagai berikut:
§   Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
§   Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.
§   Syahadat mereka; Isyhadu bi anna muslimin.
§   Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya elling saja (ingat).
§   Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalu seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
§   Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan Zulhijjah.
§   Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
§   Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
§   Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi Alquran).
§   Pengajian-pengajian inkar sunnah di Jakarta membuat semua shalat dua rokaat tanpa adzan dan iqomat.
§   Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah Alquran.
Demikian di antara ajaran pokok Inkar sunnah yang intinya menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima Alquran saja secara terpotong-potong.[7]

D.   Sebab Peng-Inkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengInkaran sunnah dikalangan umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengInkaran tersebut, diantaranya:
1.    Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam Syafi'i.
2.    Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
3.    Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
4.    Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
5.    Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaiatan dengan hadits Nabi SAW.
6.    Adanya statement al-Qur'an yang menyatakan bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi SAW (wafatnya beliau).

E.   Argumentasi dan Bantahan Para Ulama Terhadap Inkarussunnah
1.    Argumentasi Inkarussunnah
a.     Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadis –khususnya hadis Ahad- bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran Islam akan bersifat ketidakpastian.[8]
b.      Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan berarti kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[9]
c.      Al-Quran  Tidak Memerlukan Penjelas
16:89Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman:

Artinya:
5:3“Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu”. (Q.S. An-Nahl [16]: 89)



5:3
 


Artinya ” Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridloi Islam itu sebagai agamamu. (Q.S. Al-Maidah: 3)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingat Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[10]
2.    Bantahan Ulama
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
“Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rsul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah shalat.
Tegasnya setiap agian Sunnah Rasul SAW. Berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran. Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menrima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu Allah SWT). Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengInkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.[11]

F.    Kelemahan Inkar Sunnah menurut Ahlu Sunnah
Meski faham Inkar Sunnah memiliki daras-dasar tersendiri dalam menguatkan argumentnya tentang penentangan dirinya terhadap hadits namun menurut ahlu sunnah faham ini memiliki kelemahan-kelamahan, yaitu:
1.    Ahlu Sunnah selalu eksis sejak masa Nabi dan sahabat hingga sekarang. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa terputus sedetik pun, senantiasa bersambung. Dan, insya Allah hingga Hari Kiamat kelak. Sedangkan Inkar Sunnah baru eksis 1200 tahun setelah wafatnya Nabi.
2.    Ahlu Sunnah selalu dapat mengalahkan argumentasi orang yang mengInkari Sunnah pada dua abad pertama paska wafatnya Nabi ketika secara personal mereka pernah ada. Sedangkan Orang yang mengInkari Sunnah selalu kalah jika berhadapan dengan para ulama Ahlu Sunnah ketika itu.
3.     Ahlu Sunnah mempunyai khazanah keilmuan yang sangat melimpah dalam berbagai disiplin ilmu; Al-Qur'an dan ilmu-ilmu Al-Qur'an, tafsir Al-Qur'an, kitab-kitab hadits dan ilmu-ilmu hadits, fikih dan ushul fikih, sejarah Islam dan madzhab-madzhab dalam Islam, dan lain-lain. Semuanya penuh dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan Inkar Sunnah sama sekali tidak memiliki kekayaan intelektual sebagaimana Ahlu Sunnah.
4.    Setiap abad, setiap masa, dan setiap saat, selalu saja ada tokoh ulama Ahlu Sunnah dan para imam yang mengemuka. Nama-nama mereka tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam, terutama dalam literatur biografi yang menyebutkan berbagai kelebihan dan sumbangsih mereka dalam menegakkan agama Islam. Sedangkan Inkar Sunnah tidak memiliki tokoh-tokoh seperti Ahlu Sunnah, kecuali setelah abad delapan belas Masehi. Itu pun tercatat dengan noda merah. Banyak di antara tokoh inkar Sunnah yang hidupnya berakhir dengan mengenaskan, setimpal dengan dosa-dosanya.
5.    Ahlu Sunnah, baik ulamanya ataupun umat Islam secara umum, banyak terlibat dalam perjuangan melawan musuh-musuh Islam. Kemenangan-demi kemenangan pasukan kaum muslimin atas musuh-musuhnya tercatat dengan indah dalam sejarah.sedangkan Adapun inkar Sunnah, justru tercatat sebagai orang-orang atau kelompok yang diperangi oleh kaum muslimin. Mereka adalah 'pe-er' bagi umat Islam. Mereka adalah musuh dalam selimut.
6.    Para khalifah, sejak masa Khulafa'ur rassyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Daulah Utsmaniyah, adalah orang-orang yang memegang teguh memegang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, sedangkan Inkar Sunnah tidak memiliki peran apa pun dalam pemerintahan Islam. Tidak ada satu pun khalifah dalam sejarah Islam yang berpaham inkar Sunnah.



PENUTUP

Kesimpulan
Kata Inkar Sunnah terdiri dari dua kata Inkar dan Sunnah. Inkar mempuyai beberapa arti di antaranya : tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak menegetahui sesuatu.
Adapun sejarah perkembangan Inkar Sunnah terdiri dua macam di antaranya sebagai berikut:
  1. Inkar Sunnah Klasik
  2. Inkar Sunnah Modern
Abd. Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang mengInkari sunnah tidak termasuk orang yang beriman bahkan dia termasuk orang yang kafir. Dan Allah SWT menetapkan bahwa barang siapa pun yang menentang perintah Rasul berarti dia juga menetang perintah-Ku karena Rasul merupakan seorang manusia yang di utus oleh Allah untuk membuat manusia beriman kepada-Nya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.     Faham inkar sunnah adalah paham yang mengInkari keberadaan hadits-hadits Rasulullah SAW .
2.     Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah wafatnya Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah golongan Khawarij, golongan Mu'tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada zaman modern tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad.
3.     Sebab peng-Inkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a.    Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan.
b.    Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
c.    Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d.    Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e.    Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara.
Agus Solahudin. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pusataka Setia.
M. Noor. Sulaiman.2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press.
Irsyadunnas, Inkar Al-Sunnah. 2003. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan- nya, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Hadits.
Ismail, Syuhudi.1995.Hadits Nabi Menurut Pembela, PengInkar dan Pemalsunya, Jakarta:Gema Insani Press.
Azami, Muhammad Mustafa. 2000. Hadits Nabawiyah dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta:Pustaka Pirdaus.


[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 27
[2] Ibid, hal 28-29
[3] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 207
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 30

[5] Ibid, hlm 31-32
[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 33-34
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 35-36
[8] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 219-220
[9] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 220-221
[10] Ibid, hlm 221
[11] M. Noor. Sulaiman,  Antologi Ilmu Hadits, Gaung Persada Press, Jakarta, hlm 206-211

Tidak ada komentar: