Jumat, 10 Mei 2013

FILSAFAT ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pemikiran atau statemen adalah milik siempunya sebelum diucapkan. Sebaliknya, setelah dikatakan segera menjadi milik umum. Ada pemikiran dan statemen yang hilang bersama hembusan angin, tetapi ada juga yang abadi. Pemikiran dan statemen yang abadi menjadi milik semua manusia melampaui ruang dan waktu. Sehingga generasi belakangan mewarisinya dari generasi terdahulu. Individu bergantian dengan masyarakat. Dari situlah terjadinya silih berganti peradaban dan saling mengisi. Hingga sekarang tidak ada keraguan bahwa kebudayaan Yunani mengambil dari peradaban-peradaban Timur. Ia amat mempengaruhi peradaban latin, yang pengaruhnya berkembang hingga kebangkitan Eropa. Peradaban-peradaban modern saling mengisi satu sama lain tanpa terputus.

2.      Tujuan
a.            Untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat
b.           Untuk memahami lebih dalam lagi akan arti filsafat dan sejarah perkembangannya
c.            Sebagai bahan diskusi
.
3.      Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.

4.      Rumusan Masalah
a.        Pengertian Filsafat Islam
b.       Objek Filsafat Islam
c.        Manfaat mempelajarinya
d.       Pemikiran Ibnu Rusdy yang terpengaruh terhadap timbulnya Renaissance



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna. Bebas artinya tidak ada yang menghalang pikiran bekerja, sepanjang seseorang itu dalam keadaan sehat.
Filsafat Islam membahas hakikat semua yang ada sejak dari tahapan ontologis hingga menjangkau dataran epistemologis, ekstetika dan etika disamping itu Filsafat Islam membahas pula tema-tema fundamental dalam kehidupan manusia yaitu Tuhan, manusia, alam dan kebudayaan.
Kajian filsafat islam terhadap objeknya (objek material) dari waktu ke waktu mungkin tidak berubah. Tetapi, corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus-fokus kajiannya (objek formal) harus berubah, serta konteks kehidupan manusia semangat baru yang selalu muncul dalam perkembangan zaman.
Dalam makalah ini juga mengkaji secara khusus objek-objek Filsafat Islam. Seorang calon filosof atau guru pembimbing dapat menfasilitasi perkembangan pribadi para mahasiswa.
Filsafat Islam terdiri dari 2 kata yaitu Filsafat dan Islam, dalam khasanah ilmu, Filsafat diartikan sebagai berpikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna.
Bebas artinya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Kerja pikiran terdapat di otak, oleh karena itu tidak ada satu kekuatan apapun baik raja/penguasa negara manapun yang bisa menghalangi seseorang untuk berfikir apalagi mengatur/menyeragamkannya, sepanjang seseeorang itu dalam keadaan sehat.[[1]]

B.     Objek-objek dalam Filsafat Islam
Secara khusus objek-objek kajian tersebut dapat dirinci menjadi :
1.      Ontologi, berhubungan dengan bahasan yang ada (wujud/eksisteni) itu, mana/apa yang sebenarnya ada yang menjadi landasan/sumber keberadaan yang lainnya. Ada beberapa sesuatu yang ada itu, mengapa sesuatu ada dan bagaimana mengadanya, dalam konteks Islam berkaitan degan apa dan siapa yang benar-benar wujud.
2.      Teologi yaitu pembahasan tentang keTuhanan yang akan meliputi eksistensi, esensi, sifat, nama dan perbuatan-Nya
3.      Epistemologi yaitu pembahasan tentang sumber asal segala sesuatu dan metode mengada/cara mendapatkan sesuatu bila berhubungan dengan ilmu maka berarti sumber-sumber dan metode perolehannya.
4.      Aksiologi yaitu pembahasan tentang nilai, kegunaan dan manfaat segala sesuatu
5.      Etika, pembahasan tentang baik buruknya prilaku manusia berdasarkan dalil-dalil tertentu
6.      Estetika yaitu pembahasan tentang keindahan, seni dan berbagai dimensi dan cabangnya. Keindahan tersebut mencangkup Keindahan Hakiki, Keindahan Natural, dan Artifisial.
7.      Logika, berhubungan dengan pembahasan benar salahnya suatu pemikiran rasio atau akal berdasarkan sistem tertentu. Atau berkaitan dengan cara / metode berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan dan menghasilkan kebenaran yang sesungguhnya.
8.      Metafisika, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berada di luar jangkauan mata fisik/material atau yang tidak tampak yang dalam bahasa agama disebut pembahasan yang gaib
9.      Antropologi, membahas masalah hakekat manusia dan hubungannya dengan fungsi dan perannya dari berbagai sudut pandang
10.  Psikologi, membahas masalah aspek kejiwaan manusia, hakekatnya, sifat-sifatnya dan relasi dengan realitas yang lainnya serta pengarhunya pada perilaku dhahir dan batinnya manusia.
11.  Kosmologi, membahas thakekat alam darimana asal dan bagaimana penciptaanya serta jenis dari cakupannya
12.  Eskatologi, membahaw tentang masalah kehidupan sesudah kematian.[[2]]
Objek Kajian Filsafat Islam menurut Prof. Dr. Musa Asy’arie
1.      Filsafat Islam membahasa hakikat semua yang ada sejak dari tahapan ontologis, hingga menjangkau dataran metafisi. Filsafat Islam juga membahasa mengenai nilai-nilai, yang meliputi dataran epistemologis, estetika, dan etika. Disamping itu, filsafat islam membahas pula tema-tema fundametal dalam kehidupan manusia, yaitu Tuhan, manusia, alam dan kebudayaan. Yang disesuaikan dengan kecenderungan perubahan dan semangant jaman
2.      Kajian filsafat Islam terhadap objeknya (objek material) dari waktu ke watu, mungkin, tidak berubah tetapi corak dan sifat serta dimensi yang menjadi tekanan atau fokus kajiannya (objek formal) harus berubah, serta konteks kehidupan manuisa dan semangat baru yang selalu muncul dalam setiap perkembangan zaman.[[3]]

C.    Manfaat Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr. Oemar A. Hoesin mengatakan : ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib akan kebenaran.
S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya : filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) inilah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam atau pun kebenaran.
Radhakrishman dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan : Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah danmenuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang duniabaru, mencetak manusia-manusi yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan nation, ras, dan keyakinan keagamaan mengabi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi yang prailmiah, yang usang, yang sempit, dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajam pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat hars mengjar manusia bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keadilan).

D.    Filsafat Islam dan Kebangkitan Eropa (Renaissance)
Pemikiran Ibnu Rusdy yang berpengaruh terhadap timbulnya Renaissance. Pmeikiran/Statemen adalah milik siempunya sebelum diucapkan, tapi sebaliknya, setelah dikatakan segera menjadi milik umum. Ada pemikiran dan statemen yang hilang bersama hembusan angi. Tetapi ada juga yang abadi. Pemikiran dan statemen yang abadi menjadi milik semua manusia melampaui ruang dan waktu sehingga generasi belakangan mewarisinya dari generasi terdahulu.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.

Ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
 • Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
 • Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
 hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.


DAFTAR PUSTAKA


Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Baru 2. Yogyakarta : Kanisius
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia


[1] Asy’arie, Musa, Filsafat Umum, Yogykarta : Lesfi, 2002 hal.1
[2] Imam Hanafi Al Jauharie, M.Ag, Filsafat Islam, Pekalongan : Stain Pekalongan Press.2006 hal 7-8
[3] Prof. Dr. Musa Asy’arie, Filsafat Islam. Yogyakara : LESFI, 2002. hal 31

Tidak ada komentar: