BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banyak
sekali aliran-aliran dalam Islam yang selalu menjadi bahan perbincangan dalam
konteks kenegaraan Islam. Penyebabnya karena adanya wacana yang bertumpang
tindih antara hukum agama dan hukum pemerintahan, masalah yang sudah ada
dilegitimasi hukumnya bisa jadi kajian akademik sampai yang akan datang.
Untuk itu
alangkah baiknya apabila kita mempelajari lebih dalam aliran-aliran apa saja
dan doktrin/ajaran pokok apa saja yang ada di aliran-aliran tersebut. Agar
tidak salah dalam pemahamannya.
2. Rumusan Masalah
a.
Pengertian
Murjiah
b. Sebab-sebab
munculnya Murji’ah
c.
Ajaran
Pokok Murji’ah
d. Sekte-sekte Murji’ah
3. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
4. Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada
penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku
yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Murji’ah
Nama
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan,
pengangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan,
yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan
rahmat Allah.
Selain itu,
arja’a berarti pula meletakkan dibelakang/mengemudikan, yaitu orang yang
mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murjiah artinya orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[[1]]
2.
Asal-Usul (sebab-sebab) munculnya Murji’ah
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai
asal-usul kemunculan Murji’ah, diantaranya :
1.
Teori
Pertama
Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk
menghindari sektarianisme.
Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun
teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan munculnya Syiah dan Khawarij.
Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.[[2]]
2.
Teori
Kedua
Mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan
basis doktrin murjiah. Muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang
diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah,
sekitar tahun 695 M.
3.
Teori
Ketiga
Mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara
Ali dan Muawiyah dilakukanlah tahkim atau arbitrase. Kelompok Ali terpecah
menjadi 2 kubu yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan
keluar dari Ali yakni Kubu Khawarij. Kemudian pendapat ini ditentang sekelompok
sahabat yang kemudian disebut kelompok Murji’ah.
Yang menyatakan pembuat dosa besar tetap mukmin,
tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT
3.
Ajaran Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin
irja/arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap
politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap
diam. Itualah sebabnya kelompok murjiah dikenal sebagai The Queietist (kelompok bungkam).[[3]]
Sikap ini akhirnya
berimplikasi begitu jauh hingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan
politik.
Adapun dibidang teologi, doktrin irja dikembangkan murjiah, ketika
menghadapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkemabgan
berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks
sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi,
pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan generasi awal Islam,
tobat (redress of wrongs), hakikat
Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[[4]]
Berkaitan dengan doktrin teologi murjiah, W. Montgomery Watt merincinya
sebagai berikut :[[5]]
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan
Muawiyah hingga Allah memutuskannya diakhirat kelak.
b. Penangguhan Ali unutuk menduduki ranking
keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c. Pemberian harapan (giring of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh Ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai
pengajaran (madzhab) para Skeptis dan
Empiris dari kalangan Helenis
Masih berkaitan dengan doktrin, teologi Murjiah, Harun, Nasution
menyebutkan Empat ajaran pokoknya, yaitu :[[6]]
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr
bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahannya kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas
orang muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang
berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu A’la Al-Mauludi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran
Murjiah, yaitu : [[7]]
1. Iman adalah percaya kepada Allah dan
Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi
adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun
meninggalkan perbuatan yang difardlukan dan melakukan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata.
Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat
ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup
hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
4.
Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan
sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat
(bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah
sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para
pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain
adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang
pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang
dimaksud adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahli
Sunnah.[[8]] Oleh karena itulah Ash-Syahrastani,
seperti dikutip oleh Watt menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut :[[9]]
a. Murji’ah-Khawarij
b. Murji’ah-Qadariyah
c. Murji’ah-Jabariyah
d. Murji’ah
Murni
e. Murji’ah
Sunni (tokohnya adalah
Abu Hanifah).
Sementara
itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah
yaitu : [[10]]
a. Al-Jamiyah, pengikut Jahm bin Shufwan
b.
Ash-Shalihiyah,
pengikut Abu Musa Ash-Shalahi
c.
Al-Yunushiyah,
pengikut Yunus As-Samary
d.
As-Samriyah,
pengikut Abu Samr dan Yunus
e.
Asy-Syaubaniyah,
pengikut Abu Syauban
f.
Al-Ghailaniyah,
pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Dimsaqy
g.
An-Najariyah,
pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najt
h.
Al-Hanafiyah,
pengikut Abu Haifah An-Nu’man
i.
Asy-Syabibiyah,
pengikut Muhammad bin Syabib
j.
Al-Mu’aziyah,
pengikut Muadz Ath-Thaumi
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l.
Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany
Harun
Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte,
yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendirian
bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam
neraka. Mereka disiksa sebsar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah sehingga
tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan
rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan namun
dalam garis besar. Iman ini tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tak ada
perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadits.
Adapun yang
termasuk kelompok ekstrim adalah
Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah,
Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut : [[11]]
a. Jahmiyah,
kelompok Jahm bin Shafwan
dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan
kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena
iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh
manusia.
b. Shalihiyah,
kelompok Abu Hasan
Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur
adalah tidak tahu Tuhan. Salat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang
disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula
zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan
kepatuhan.
c. Yunusriyah
dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau
perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan
perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang
bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan
jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist).
d. Hasaniyah
menyebutkan bahwa jika
seorang mengatakan, ”Saya tahu Tuhan
melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu
adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu
pula orang mengatakan ”Saya tahu Tuhan
mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India
atau tempat lain.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Murjiah
artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
2.
Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah,
diantaranya : Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh
sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari
sektarianisme, Mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin
murjiah, dan Mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah dilakukanlah tahkim atau arbitrase. Kelompok Ali terpecah menjadi 2
kubu yang pro dan yang kontra.
3.
Ajaran
pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja/arja’a
yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun
teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap
politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap
diam.
a. Al-Jamiyah, pengikut Jahm bin Shufwan
b.
Ash-Shalihiyah,
pengikut Abu Musa Ash-Shalahi
c.
Al-Yunushiyah,
pengikut Yunus As-Samary
d.
As-Samriyah,
pengikut Abu Samr dan Yunus
e.
Asy-Syaubaniyah,
pengikut Abu Syauban
f.
Al-Ghailaniyah,
pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Dimsaqy
g.
An-Najariyah,
pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najt
h.
Al-Hanafiyah,
pengikut Abu Haifah An-Nu’man
i.
Asy-Syabibiyah,
pengikut Muhammad bin Syabib
j.
Al-Mu’aziyah,
pengikut Muadz Ath-Thaumi
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l.
Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany
DAFTAR
PUSTAKA
Cyril Glasse,
1989, The Concies Encyclopedia of Islam,
London :
Staceny International.
Ahmad Amin, 1961. Fajrul Islam, Jilid I, Islam, Ej. Srill, Leiden,
W. Motgomery
watt, 1987, Islamic Philosophy and
Theology : An Extended Survey, Eidenburgh, :At Univ, Press,
W. Montgomery Watt, 1990, Early Islam : Collected Articels, Eidenburgh,
Nasution, Harun,
1995 Islam Rasional, Gagasan dan
Pemikiran, Bandung: Mizan, Cet.III,
Imarah, Muhammad,
1991, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan
Asy-Syuruq, Kairo:Beirut,
[1] Cyril Glasse, The Concies Encyclopedia of Islam, Staceny International. London, 1989 halam 288-9
; Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam 1990, halaman 633-6 : Ahmad Amin,
Fajrul Islam, Jilid I, Islam, Ej. Srill, Leiden,
1961, hal. 412
[2] Lihat W. Motgomery watt, Islamic Philosophy and Theology : An Extended Survey, At Univ,
Press, Eidenburgh, 1987, hlm 23, Departemen Agama RI, Op, Cit, hal 633
[3]
Classe, loc cit : Gibb and Kremmers, Loc
cit.
[4]
Gibb and Krammers, op.cit, hlm.412
[5] W. Montgomery
Watt, Early Islam : Collected Articels, Eidenburgh,
1990, hlm.181
[6]
Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung CetIII, 1995 hlm.22-3
[7]
Abu A’la Al-Maudui, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Al Baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm 279-80
[8] Watt, Early
Islam, hlm. 181
[9]
Ibid.,
hlm.23
[10] Muhammad Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan Asy-Syuruq, Kairo-Beirut, 1991 hlm
33-4
[11]
Nasution, Teologi….hlm.24
[12] Muhammad Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan Asy-Syuruq, Kairo-Beirut, 1991 hlm
33-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar