Jumat, 10 Mei 2013

ILMU TAUHID ALIRAN MURJI'AH



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Banyak sekali aliran-aliran dalam Islam yang selalu menjadi bahan perbincangan dalam konteks kenegaraan Islam. Penyebabnya karena adanya wacana yang bertumpang tindih antara hukum agama dan hukum pemerintahan, masalah yang sudah ada dilegitimasi hukumnya bisa jadi kajian akademik sampai yang akan datang.
Untuk itu alangkah baiknya apabila kita mempelajari lebih dalam aliran-aliran apa saja dan doktrin/ajaran pokok apa saja yang ada di aliran-aliran tersebut. Agar tidak salah dalam pemahamannya.

2.      Rumusan Masalah
a.        Pengertian Murjiah
b.       Sebab-sebab munculnya Murji’ah
c.        Ajaran Pokok Murji’ah
d.       Sekte-sekte Murji’ah

3.      Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

4.      Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, pengangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.
Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan dibelakang/mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murjiah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[[1]]

2.      Asal-Usul (sebab-sebab) munculnya Murji’ah
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah, diantaranya :
1.      Teori Pertama
Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme.
Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan munculnya Syiah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.[[2]]
2.      Teori Kedua
Mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin murjiah. Muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695 M.
3.      Teori Ketiga
Mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah dilakukanlah tahkim atau arbitrase. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali yakni Kubu Khawarij. Kemudian pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut kelompok Murji’ah.
Yang menyatakan pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT

3.      Ajaran Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja/arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itualah sebabnya kelompok murjiah dikenal sebagai The Queietist (kelompok bungkam).[[3]] Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh hingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun dibidang teologi, doktrin irja dikembangkan murjiah, ketika menghadapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkemabgan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[[4]]
Berkaitan dengan doktrin teologi murjiah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :[[5]]
a.       Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya diakhirat kelak.
b.      Penangguhan Ali unutuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c.       Pemberian harapan (giring of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh Ampunan dan rahmat dari Allah.
d.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para Skeptis dan Empiris dari kalangan Helenis
Masih berkaitan dengan doktrin, teologi Murjiah, Harun, Nasution menyebutkan Empat ajaran pokoknya, yaitu :[[6]]
1.      Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3.      Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal
4.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu A’la Al-Mauludi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murjiah, yaitu : [[7]]
1.      Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardlukan dan melakukan dosa besar.
2.      Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

4.      Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak  diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahli Sunnah.[[8]] Oleh karena itulah Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut :[[9]]

a.      Murji’ah-Khawarij
b.      Murji’ah-Qadariyah
c.      Murji’ah-Jabariyah
d.     Murjiah Murni
e.      Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).
Sementara itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah yaitu : [[10]]
a.       Al-Jamiyah, pengikut Jahm bin Shufwan
b.      Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahi
c.       Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
d.      As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus
e.       Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
f.       Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Dimsaqy
g.      An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najt
h.      Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man
i.        Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j.        Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi
k.      Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l.        Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa sebsar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan rasul-rasul-Nya serta apa saja yang datang dari-Nya secara keseluruhan namun dalam garis besar. Iman ini tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tak ada perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli Hadits.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah, Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut : [[11]]
a.       Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b.      Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Salat bukan merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c.       Yunusriyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist).
d.      Hasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, ”Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang mengatakan ”Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau tempat lain.”



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Murjiah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
2.      Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah, diantaranya : Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme, Mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin murjiah, dan Mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah dilakukanlah tahkim atau arbitrase. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu yang pro dan yang kontra.
3.      Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja/arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam.
4.      Menurut Muhammad Imarah sekte Murji’ah ada 12 yaitu : [[12]]
a.       Al-Jamiyah, pengikut Jahm bin Shufwan
b.      Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahi
c.       Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
d.      As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus
e.       Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
f.       Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Dimsaqy
g.      An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najt
h.      Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man
i.        Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
j.        Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi
k.      Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy
l.        Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany

DAFTAR PUSTAKA

Cyril Glasse, 1989, The Concies Encyclopedia of Islam, London : Staceny International.
Ahmad Amin, 1961. Fajrul Islam, Jilid I, Islam, Ej. Srill, Leiden,
W. Motgomery watt, 1987, Islamic Philosophy and Theology : An Extended Survey, Eidenburgh, :At Univ, Press,
W. Montgomery Watt, 1990, Early Islam : Collected Articels, Eidenburgh,
Nasution, Harun, 1995 Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, Cet.III,
Imarah, Muhammad, 1991, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan Asy-Syuruq, Kairo:Beirut,


[1]   Cyril Glasse, The Concies Encyclopedia of Islam, Staceny International. London, 1989 halam 288-9 ; Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam 1990, halaman 633-6 : Ahmad Amin, Fajrul Islam, Jilid I, Islam, Ej. Srill, Leiden, 1961, hal. 412
[2]   Lihat W. Motgomery watt, Islamic Philosophy and Theology : An Extended Survey, At Univ, Press, Eidenburgh, 1987, hlm 23, Departemen Agama RI, Op, Cit, hal 633
[3]   Classe, loc cit : Gibb and Kremmers, Loc cit.
[4]   Gibb and Krammers, op.cit, hlm.412
[5]   W. Montgomery Watt, Early Islam : Collected Articels, Eidenburgh, 1990, hlm.181
[6]   Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung CetIII, 1995 hlm.22-3
[7]   Abu A’la Al-Maudui, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Al Baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm 279-80
[8]   Watt, Early Islam, hlm. 181
[9]   Ibid., hlm.23
[10]           Muhammad Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan Asy-Syuruq, Kairo-Beirut, 1991 hlm 33-4
[11] Nasution, Teologi….hlm.24
[12]           Muhammad Imarah, Tayyarat Al-Fikr Al-Islamy, dan Asy-Syuruq, Kairo-Beirut, 1991 hlm 33-4

Tidak ada komentar: