PENDAHULUAN
Sesungguhnya
Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran dan persesuaiannya dengan
undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan ilmu mantiq ialah dengan
fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan lafadh; tetapi dikarenakan
lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan kepada maksud dan pengertian, maka
untuk mengambil faidah makna-makna itu, tidak terlepas dari hubungannya dengan
lafadh-lafadh itu menunjukkan atas nama dan petunjuk lafadh itu, dengan arti
memahami makna dari lafah. Dari sinilah akan dibahas tentang petunjuk-petunjuk
atas makna-makna secara umum. Jadi pengertian dilalah (petunjuk), memahami
sesuatu dari sesuatu yang lain (fahmu amrin min amrin), amrin pertama dinamakan
mad-lul sedangkan amrin yang kedua merupakan dalal. Untuk memahami lebih jauh
tentang Dilalah dan Lafadz, sedikit hanya penulis menguraikan yang menyangkut
Konsep Dilalah dan Lafadz.
PEMBAHASAN
A.
DILALAH
1.
Pengertian Dilalah
Dilalah
dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-dilalah
yang artinya petunjuk atau yang menunjukan.
Dalam
logika (ilmu mantiq) berarti, satu pemahaman yang dihasilkan dari sesuatu atau
hal yang lain, seperti adanya asap di balik bukit, berarti ada api dibawahnya.
Dalam hal ini api disebut madlul (yang ditunjuk atau yang diterangkan),
sedangkan asap disebut dal atau dalil (yang menunjukan atau
petunjuk).[[1]]
Dilalah
adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut Al-madhul.
dan segala sesuatu yang kedua disebut Al-dall (petunjuk, penerang atau
yang memberi dalil).[[2]]
Contoh: Terdengar raungan harimau di suatu semak adalah
dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut.
2.
Dilalah terbagi atas 3 bagian:
a. Dilalah
Lafzhiyah
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata
atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
Ø Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu
dilalah (petunjuk yang berbentuk alami
Contoh:
(a) Tertawa terbahak-bahak menjadi
dilalah untuk gembira.
(b) Menangis terisak-isak menjadi
dilalah bagi sedih.
Ø Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
dibentuk akal pikiran.
Contoh:
(a) Suara teriakan di tengah hutan
menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
(b) Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah
rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.
Ø Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja)
berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a) Petunjuk lafadz (kata) kepada makna
(benda) yang disepakati:
(b) Orang Sunda, misalnya sepakat
menetapkan kata Cau menjadi dilalah bagi Pisang.
(c) Orang Jawa, misalnya sepakat
menetapkan kata Gedang menjadi dilalah bagi Pisang.
(d) Orang Inggris, misalnya sepakat
menetapkan kata Banana menjadi dilalah bagi Pisang.
b. Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah
petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
Ø Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara yang berupa sifat alami.[[3]]
Contoh:
(a) Wajah cerah menjadi dilalah bagi
hati yang senang.
(b) Menutup hidung menjadi dilalah bagi
menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
Maksudnya, yang
menentukan demikian itu adalah bukan akal tetapi tabiat memang demikian.
Ø Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran.
Contoh:
(a) Hilangnya barang-barang di rumah
menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
(b) Terjadinya kebakaran di gunung
menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
Ø Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan
berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu
isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a) Secarik kain hitam yang diletakkan
di lengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada
anggota keluarganya yang meninggal.
(b) Bendera kuning dipasang di depan
rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang
meninggal.
c. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi
menjadi tiga:
Ø Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Muthabaqiyah,
yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk
(Dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu,
atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda
menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah
selengkapnya, bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.
Ø Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Tadhammuniyah, yaitu
dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
(a) Jika anda, misalnya menyuruh tukang
memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi
bagian-bagiannya yang rusak saja.
(b) Jika anda meminta dokter mengobati
badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
Ø Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Iltizamiyah,
yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz
yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.[[4]]
Contoh:
Jika anda
menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda
maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu
melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan kayu yang menjadi tulangnya
terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan
kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang
terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.
LAFADZ
1.
Pengertian
Lafadz
Lafadz adalah susunan beberapa huruf yang
mengandung arti. Istilah lafadz berasal dari bahasa Arab dan diartikan
sebagai 'kata' dalam bahasa Indonesia seperti kayu, batu, air dan lain-lain. Lafadz
ada dua macam: pertama, lafadz mufrod, ke dua, lafadz murokkab.
Lafadz mufrod ialah lafadz yang bermakna tunggal. Terdapat perbedaan pendapat antara Ahli Mantiq dan Ahli Nahwu tentang pengertian ini. Ahli mantiq melihat lafadz pada maknanya, bukan pada jumlah lafadz-nya. Artinya, susunan lafadz yang jumlahnya lebih dari satu kata tetapi menunjukkan makna satu tetap disebut sebagai lafadz mufrod. Meja, kursi, rumah, Amir Syarifuddin, Muhammad Ali adalah contoh lafadz mufrod.
Lafadz mufrod ialah lafadz yang bermakna tunggal. Terdapat perbedaan pendapat antara Ahli Mantiq dan Ahli Nahwu tentang pengertian ini. Ahli mantiq melihat lafadz pada maknanya, bukan pada jumlah lafadz-nya. Artinya, susunan lafadz yang jumlahnya lebih dari satu kata tetapi menunjukkan makna satu tetap disebut sebagai lafadz mufrod. Meja, kursi, rumah, Amir Syarifuddin, Muhammad Ali adalah contoh lafadz mufrod.
Ahli nahwu lebih melihat pada
bentuk dan jumlah susunan kata, sehingga lafadz seperti Muhammad
Abdullah Syafi'i tidak dapat disebut lafadz mufrod.
2.
Pembagian
Lafadz
a. Lafadz Taqabul’
Dalam ilmu Mantiq, lafadz-lafadz
yang berlawanan dinamakan dengan “Taqobulul Al Fazh”. Dan yang dimaksud
dengan kata-kata yang bertentangan adalah 2 lafadz yang tidak mungkin berkumpul
dalam satu benda(tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dll), dan dalam sau waktu.[[5]]
Contoh:
·
Hitam Putih.
·
Bapak ibuk.
·
Baik buruk.
Hitam dan putih tidak mungkin
berkumpul dalam satu benda, dalam satu waktu. begitupun juga dengan bapak dan
ibuk, baik dan buruk dll.
Ø Macam-macam
Taqobulul Al Fazh.
“Taqobulul Al Fazh” dalam Ilmu Mantik terbagi menjadi 3
yaitu:
Ø Pertentangan Kontradiktif(Taqobul
Naqidhain).
Adalah 2 lafadz yang tidak mungkin
dapat berkumpul pada suatu benda dalam suatu waktu, dan tidak mungkin pula
untuk dapat dipisahkan antara keduanya itu, hal ini sangat bertentangan.
Contoh:
“Hidup dan Mati”. Tidak mungkin pada waktu sekarang,
dan tidak mungkin bisa terjadi pada suatu benda yaitu tidak hidup dan tidak
mati, atau kita katakanan dia hidup dan dia mati.
Ø Pertentangan Kontrari(Taqabul
Dhidhain).
Adalah 2 lafadz yang tidak mungkin
dapat berkumpul keduanya dalam satu benda dan dalam satu waktu, tetapi ke2
lafadz tersebut bisa saja dilepaskan dari benda itu.[[6]]
Contoh:
“Hitam dan Putih” term ini tidak bisa kita katakan
dalam satu benda dan satu waktu, namun kedua term tersebut bisa tidak ada dalam
benda tersebut. Misalnya saja benda tersebut warnanya hijau. Dll.
Ø Pertentangan Korelasi(Taqabul
Muthadhanifain).
Adalah 2 term bila disebutkan salah satunya, maka yang lainnya akan terikut
dalam akal pikran, karena keduanya sudah saling bersandar.
Contoh:
“Ayah dan Anak” 2 lafadz yang bertentangan dan
tidak mungkin untuk dikumpulkan pada satu benda dalam satu waktu sekaligus,
tetapi yang satu tidak akan diterima keberadaannya tanpa adanya yang lain.
Misalnya kata “ayah dan anak” diatas, seorang anak tidak akan mungkin
ada tanpa adanya seoranga ayah, dan begitupun juga, seorang ayah tidak akan
bisa disebut ayah apabila tidak ada seorang anak. [[7]]
b. Lafadz Kulli
Ø Pengertian Lafadz Kulli
Lafadz kulli adalah suatu
lafadz yang mengandung beberapa afrad. Seperti lafadz rumah artinya mencakup segala/semua
macam-macam rumah. Lafadz ini terbagi pada beberapa bagian. Ada lafadz kulli
yang afradnya wujud/nyata, dan ada yang tidak wujud/nyata atau tidak ada dalam
kenyataan atau mustahil (menurut akal atau adat).
Contohnya adalah: seperti
lafadz sekutu tuan lafadz tersebut kulli, tetapi tidak ada wujudnya menurut
akal. Dan adapun yang tidak ada menurut kebiasaan seperti lautan madu. Dan bisa
jadi kulli yang ada wujudnya hanya ada satu seperti tuhan, karena menurut akal
mustahil ada selain tuhan.
Afrad bisa jadi terbatas
karena menurut penelitian demikian. Dan bisa jadi tidak terbatas seperti
soal-soal gaib, karena yang demikian bukan wilayah ilmu pengetahuan.
Jadi lafadz kulli memiliki dua pengertian:
•
Sisi pengertian
(mafhum)
•
Sisi kenyataan
(masadaq).
Contoh:
•
Manusia dari sisi
pengertian adalah binatang yang berfikir,
•
Manusia dari sisi
kenyataan adalah Ali, Umar, Hasan dll.
Jadi pembahasan mengenai
kulliyah sebenarnya adalah pembahasan mengenai penyesuaian pengertian (mafhum)
dan kenyataan (masadaq).
Ø Macam-macam kulli
(a) Kulli Dzatiah
Lafadz kulli dzatiah adalah
lafadz yang menunjukkan kepada mahiyah (hakekat) sepenuhnya, dan kepadanya
diajukan pertanyaan ”apa dia”.
Kulli dzatiah ini dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Jins, adalah kulli yang sesuai dengan afraddari
bermacam-macam hakekat yang berlawanan. Jins adalah bagian dari mahiyah yang
sama antara satu mahiyah dengan mahiyah yang menjadi tempat bernaungdari
macam-macam kulliyah yang lebih khusus.
Contoh:
Lafadz hewan menandung makna
manusia, hewan-hewan lainnya seperti kerbau, kancil, kudn dll. Sedangkan
manusia, kerbau, kancil, kuda, dll adalah hakekat makna yang lebih khusus dari
hewan.
2.
Nau’, kata nau’
berasal dari bahasa arab yang berarti ragam, jenis, macam dan sebagainya.
Maksudnya adalah, ragamnya suatu hakekat, yang berkumpul pada yang lebih umum,
tetapi dibawah kulli, seperti: manusia/insan, hakekatnya Ali, Muhammad, Umar
dan lain-lain.
Nau’ sendiri dibagi menjadi
dua:
a. Nau’ haqiqi, adalah lafadz kulli yang berada
dibawah jins, sedang masadaqnya merupakan hakekat yang sama, nau’ haqiqi tidak
ada lagi dibawahnya kecuali afrad-afrad saja.
b.
Nau’ Idhafi atau
nau’ tambahan, adalah nau’ yang jenisnya dibagi sama, seperti: tinggi, rendah
pertengahan atau nau’ yang memiliki sifat tambahanyang tida pasti yang
membedakan dengan nau’ haqiqi. Dapat pula dikatakan sebagai lafadz kulli
dibawah jins.
Nau’ idhafi ada tiga macam
1.
Safil, berasal
dari bahasa arab, artinya bawah. Maksudnya lafadz safil adalah lafadz kulli
yang tidak ada dibawahnya kecuali juz’inya, yakni Muhammad, Ali dll.
2.
Mutawasith,
berasal dari bahasa arab yang berarti pertengahan. Maksudnya nau’ mutasith
adalah lafadz kulli yang diatas dan dibawahnya terdapat nau’. Seperti: hewan,
diatasnya ada nau’ al-nami’ sedang dibawahnya ada nau’ yaitu manusia. Demikian
pula di atas nami’ ada nau’ jisim dan dibawahnya manusia.
3.
’Ali, berasal dari
bahasa arab yang artinya tinggi. Maksudnya disini lafadz ’ali adalah nau’ yang
tertinggi, tidak ada lagi nau’ diatasnya, contoh: jisim. Lafadz jisim tidak ada
lagi diatasnya ia jins Ali yakni Jauhar.
3. Fashal, berasal dari bahasa arab yang artinya beda,
pisah atau isolasi. Maksudnya adalah dengan fashal kita dapat membedakan
hakekat sesuatu dengan hakekat lainnya yang terdapat dalam satu jenis (jins).
Dalam ilmu mantiq fashal adalah suatu sifat dari beberapa sifat kulliyah,
dimana suatu hakekat bersatu dalam satu jenis.
Fashal terbagi menjadi dua, yakni:
a. Fashal gharib, adalah satu ciri yang membedakandari
sesuatu yang menyamainyadalam jenisnya yag dekat.
Contoh:
• Lafadz berfikir, karena ia membedakan dari yang
menyamainya dalam satu jenis, yakni hewan.
b. Fashal baid, adalah ciri yang membedakan dari
sesuatu yang menyamainya dalam jenisnya yang jauh.
Contoh:
• Lafadz merasa, adalah lafadz
baid bagi manusia yang membedakan dengan hewan.
(b) Kulli Irdhiyah.
Lafadz kulli irdhiyah adalah
lafadz abstrak yang menyifati benda. Lafadz irdhiyah dibagi menjadi dua, yakni:
1. Irdhiyah Khashah, adalah sifat tambahan yang hanya
berlaku satu dzat tertentu atau term yang menyamakan sifat hakikat dari suatu
spesia sebagai akibat dari sifat pembeda yang dimilikinya.
Contoh:
Sifat pembeda yang dimiliki
manusia adalah berfikir.dari sifat berfikir ini timbul sifat khusus, seperti:
kawin, membentuk pemerintah, adanya peradaban, pakaian, dan mengembangkan
kebudayaan. Irdhi khas (sifat khusus) adalah sifat atau sejumlah sifat yang
dimiliki secra khusus oleh hakekat-hakekat (mahiyah)yang sama.bariyah, bakar,
usman, mustafa adalah hakekat-hakekat mahiyah yang sama.contoh:mampu
berbahasa/belajar satu bahasa/beberapa bahasa.adalah irdhi khas (sifat khusus)
bagi manusia.
2. Irdhiyah Ammah, adalah sifat tambahan yang dapat
ditemukan pada beberapa zat atau golongan.
Contoh:
Sifat melihat pada manusia.meliahat ini juga
dimiliki oleh hewan yang lain.
PENUTUP
Kesimpulan
1) Dilalah
Dilalah adalah memahami sesuatu dari
sesuatu yang lain. Pembagian Dilalah sebagai berikut:
a.
Dilalah
Lafzhiyah adalah
Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
1) Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu
dilalah yang berbentuk alami.
2) Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu
dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu
dilalah yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda
berdasar kesepakatan.
b.
Dilalah
Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah
ini terbagi tiga:
1) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thab’iyah,
yaitu dilalah yang berupa sifat alami.
2) Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah,
yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah,
yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau
tanda berdasar kesepakatan.
c.
Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah
dibagi menjadi tiga:
1) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Muthabaqiyah.
2) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Tadhammuniyah.
3) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Iltizamiya
2) Lafadz
Lafadz adalah susunan beberapa huruf yang
mengandung arti. Istilah lafadz berasal dari bahasa Arab dan diartikan
sebagai 'kata' dalam bahasa Indonesia seperti kayu, batu, air dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Djalil,
Basiq. 2010. Ilmu Logika. Jakarta:Kencana
A,
Baihaqi. Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika. Darul Ulum
Press
2 komentar:
Tidak berapa paham tntg bab nau'
Ijin Nyinau... Barokalloh!
Posting Komentar