Senin, 13 Mei 2013

ILMU MANTIQ Tentang Pembahasan Dilalah dan Lafadz



PENDAHULUAN

Sesungguhnya Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran dan persesuaiannya dengan undang-undang berfikir, dari itulah maka hubungan ilmu mantiq ialah dengan fikiran-fikiran. Tidak ada sangkut pautnya dengan lafadh; tetapi dikarenakan lafadh itu sebagai tanda yang menunjukkan kepada maksud dan pengertian, maka untuk mengambil faidah makna-makna itu, tidak terlepas dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu menunjukkan atas nama dan petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami makna dari lafah. Dari sinilah akan dibahas tentang petunjuk-petunjuk atas makna-makna secara umum. Jadi pengertian dilalah (petunjuk), memahami sesuatu dari sesuatu yang lain (fahmu amrin min amrin), amrin pertama dinamakan mad-lul sedangkan amrin yang kedua merupakan dalal. Untuk memahami lebih jauh tentang Dilalah dan Lafadz, sedikit hanya penulis menguraikan yang menyangkut Konsep Dilalah dan Lafadz.


PEMBAHASAN

A.   DILALAH
1.    Pengertian Dilalah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-dilalah yang artinya petunjuk atau yang menunjukan.
Dalam logika (ilmu mantiq) berarti, satu pemahaman yang dihasilkan dari sesuatu atau hal yang lain, seperti adanya asap di balik bukit, berarti ada api dibawahnya. Dalam hal ini api disebut madlul (yang ditunjuk atau yang diterangkan), sedangkan asap disebut dal atau dalil (yang menunjukan atau petunjuk).[[1]]
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut Al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut Al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).[[2]]
Contoh: Terdengar raungan harimau di suatu semak adalah dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut.
2.    Dilalah terbagi atas 3 bagian:
a.    Dilalah Lafzhiyah
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
Ø  Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah (petunjuk yang berbentuk alami
Contoh:
(a)  Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
(b)  Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih.
Ø  Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dibentuk akal pikiran.
Contoh:
(a)  Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
(b)  Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.
Ø  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a)  Petunjuk lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
(b)  Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata Cau menjadi dilalah bagi Pisang.
(c)  Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata Gedang menjadi dilalah bagi Pisang.
(d)  Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata Banana menjadi dilalah bagi Pisang.
b.    Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
Ø  Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.[[3]]
Contoh:
(a)  Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
(b)  Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
Maksudnya, yang menentukan demikian itu adalah bukan akal tetapi tabiat memang demikian.
Ø  Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran.
Contoh:
(a)  Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
(b)  Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.
Ø  Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.

Contoh:
(a)  Secarik kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.
(b)  Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
c.    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
Ø  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (Dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya, bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.
Ø  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
(a)  Jika anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
(b)  Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
Ø  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.[[4]]
Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.

                LAFADZ
1.    Pengertian Lafadz
Lafadz adalah susunan beberapa huruf yang mengandung arti. Istilah lafadz berasal dari bahasa Arab dan diartikan sebagai 'kata' dalam bahasa Indonesia seperti kayu, batu, air dan lain-lain. Lafadz ada dua macam: pertama, lafadz mufrod, ke dua, lafadz murokkab.
Lafadz mufrod ialah lafadz yang bermakna tunggal. Terdapat perbedaan pendapat antara Ahli Mantiq dan Ahli Nahwu tentang pengertian ini. Ahli mantiq melihat lafadz pada maknanya, bukan pada jumlah lafadz-nya. Artinya, susunan lafadz yang jumlahnya lebih dari satu kata tetapi menunjukkan makna satu tetap disebut sebagai lafadz mufrod. Meja, kursi, rumah, Amir Syarifuddin, Muhammad Ali adalah contoh lafadz mufrod.
Ahli nahwu lebih melihat pada bentuk dan jumlah susunan kata, sehingga lafadz seperti Muhammad Abdullah Syafi'i tidak dapat disebut lafadz mufrod.
2.    Pembagian Lafadz
a.    Lafadz Taqabul’
Dalam ilmu Mantiq, lafadz-lafadz yang berlawanan dinamakan dengan “Taqobulul Al Fazh”. Dan yang dimaksud dengan kata-kata yang bertentangan adalah 2 lafadz yang tidak mungkin berkumpul dalam satu benda(tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dll), dan dalam sau waktu.[[5]]
Contoh:
·     Hitam Putih.
·     Bapak ibuk.
·     Baik buruk.
Hitam dan putih tidak mungkin berkumpul dalam satu benda, dalam satu waktu. begitupun juga dengan bapak dan ibuk, baik dan buruk dll.
Ø  Macam-macam Taqobulul Al Fazh.
“Taqobulul Al Fazh” dalam Ilmu Mantik terbagi menjadi 3 yaitu:
Ø  Pertentangan Kontradiktif(Taqobul Naqidhain).
Adalah 2 lafadz yang tidak mungkin dapat berkumpul pada suatu benda dalam suatu waktu, dan tidak mungkin pula untuk dapat dipisahkan antara keduanya itu, hal ini sangat bertentangan.
Contoh:
 “Hidup dan Mati”. Tidak mungkin pada waktu sekarang, dan tidak mungkin bisa terjadi pada suatu benda yaitu tidak hidup dan tidak mati, atau kita katakanan dia hidup dan dia mati.
Ø  Pertentangan Kontrari(Taqabul Dhidhain).
Adalah 2 lafadz yang tidak mungkin dapat berkumpul keduanya dalam satu benda dan dalam satu waktu, tetapi ke2 lafadz tersebut bisa saja dilepaskan dari benda itu.[[6]]
Contoh:
“Hitam dan Putih” term ini tidak bisa kita katakan dalam satu benda dan satu waktu, namun kedua term tersebut bisa tidak ada dalam benda tersebut. Misalnya saja benda tersebut warnanya hijau. Dll.
Ø  Pertentangan Korelasi(Taqabul Muthadhanifain).
           Adalah 2 term bila disebutkan salah satunya, maka yang lainnya akan terikut dalam akal pikran, karena keduanya sudah saling bersandar.
Contoh:
“Ayah dan Anak” 2 lafadz yang bertentangan dan tidak mungkin untuk dikumpulkan pada satu benda dalam satu waktu sekaligus, tetapi yang satu tidak akan diterima keberadaannya tanpa adanya yang lain. Misalnya kata “ayah dan anak” diatas, seorang anak tidak akan mungkin ada tanpa adanya seoranga ayah, dan begitupun juga, seorang ayah tidak akan bisa disebut ayah apabila tidak ada seorang anak. [[7]]
b.    Lafadz Kulli
Ø  Pengertian Lafadz Kulli
Lafadz kulli adalah suatu lafadz yang mengandung beberapa afrad. Seperti lafadz rumah artinya mencakup segala/semua macam-macam rumah. Lafadz ini terbagi pada beberapa bagian. Ada lafadz kulli yang afradnya wujud/nyata, dan ada yang tidak wujud/nyata atau tidak ada dalam kenyataan atau mustahil (menurut akal atau adat).
Contohnya adalah: seperti lafadz sekutu tuan lafadz tersebut kulli, tetapi tidak ada wujudnya menurut akal. Dan adapun yang tidak ada menurut kebiasaan seperti lautan madu. Dan bisa jadi kulli yang ada wujudnya hanya ada satu seperti tuhan, karena menurut akal mustahil ada selain tuhan.
Afrad bisa jadi terbatas karena menurut penelitian demikian. Dan bisa jadi tidak terbatas seperti soal-soal gaib, karena yang demikian bukan wilayah ilmu pengetahuan.
Jadi lafadz kulli memiliki dua pengertian:
    Sisi pengertian (mafhum)
    Sisi kenyataan (masadaq).
Contoh:
    Manusia dari sisi pengertian adalah binatang yang berfikir,
    Manusia dari sisi kenyataan adalah Ali, Umar, Hasan dll.
Jadi pembahasan mengenai kulliyah sebenarnya adalah pembahasan mengenai penyesuaian pengertian (mafhum) dan kenyataan (masadaq).

Ø  Macam-macam kulli
(a)  Kulli Dzatiah
Lafadz kulli dzatiah adalah lafadz yang menunjukkan kepada mahiyah (hakekat) sepenuhnya, dan kepadanya diajukan pertanyaan ”apa dia”.
Kulli dzatiah ini dibagi menjadi tiga, yakni:
1.    Jins, adalah kulli yang sesuai dengan afraddari bermacam-macam hakekat yang berlawanan. Jins adalah bagian dari mahiyah yang sama antara satu mahiyah dengan mahiyah yang menjadi tempat bernaungdari macam-macam kulliyah yang lebih khusus.
Contoh:
Lafadz hewan menandung makna manusia, hewan-hewan lainnya seperti kerbau, kancil, kudn dll. Sedangkan manusia, kerbau, kancil, kuda, dll adalah hakekat makna yang lebih khusus dari hewan.
2.    Nau’, kata nau’ berasal dari bahasa arab yang berarti ragam, jenis, macam dan sebagainya. Maksudnya adalah, ragamnya suatu hakekat, yang berkumpul pada yang lebih umum, tetapi dibawah kulli, seperti: manusia/insan, hakekatnya Ali, Muhammad, Umar dan lain-lain.
Nau’ sendiri dibagi menjadi dua:
a.    Nau’ haqiqi, adalah lafadz kulli yang berada dibawah jins, sedang masadaqnya merupakan hakekat yang sama, nau’ haqiqi tidak ada lagi dibawahnya kecuali afrad-afrad saja.
b.    Nau’ Idhafi atau nau’ tambahan, adalah nau’ yang jenisnya dibagi sama, seperti: tinggi, rendah pertengahan atau nau’ yang memiliki sifat tambahanyang tida pasti yang membedakan dengan nau’ haqiqi. Dapat pula dikatakan sebagai lafadz kulli dibawah jins.

Nau’ idhafi ada tiga macam
1.    Safil, berasal dari bahasa arab, artinya bawah. Maksudnya lafadz safil adalah lafadz kulli yang tidak ada dibawahnya kecuali juz’inya, yakni Muhammad, Ali dll.
2.    Mutawasith, berasal dari bahasa arab yang berarti pertengahan. Maksudnya nau’ mutasith adalah lafadz kulli yang diatas dan dibawahnya terdapat nau’. Seperti: hewan, diatasnya ada nau’ al-nami’ sedang dibawahnya ada nau’ yaitu manusia. Demikian pula di atas nami’ ada nau’ jisim dan dibawahnya manusia.
3.    ’Ali, berasal dari bahasa arab yang artinya tinggi. Maksudnya disini lafadz ’ali adalah nau’ yang tertinggi, tidak ada lagi nau’ diatasnya, contoh: jisim. Lafadz jisim tidak ada lagi diatasnya ia jins Ali yakni Jauhar.
3.    Fashal, berasal dari bahasa arab yang artinya beda, pisah atau isolasi. Maksudnya adalah dengan fashal kita dapat membedakan hakekat sesuatu dengan hakekat lainnya yang terdapat dalam satu jenis (jins). Dalam ilmu mantiq fashal adalah suatu sifat dari beberapa sifat kulliyah, dimana suatu hakekat bersatu dalam satu jenis.
Fashal terbagi menjadi dua, yakni:
a.    Fashal gharib, adalah satu ciri yang membedakandari sesuatu yang menyamainyadalam jenisnya yag dekat.
Contoh:
    Lafadz berfikir, karena ia membedakan dari yang menyamainya dalam satu jenis, yakni hewan.
b.    Fashal baid, adalah ciri yang membedakan dari sesuatu yang menyamainya dalam jenisnya yang jauh.
Contoh:
• Lafadz merasa, adalah lafadz baid bagi manusia yang membedakan dengan hewan.
(b)  Kulli Irdhiyah.
Lafadz kulli irdhiyah adalah lafadz abstrak yang menyifati benda. Lafadz irdhiyah dibagi menjadi dua, yakni:
1.    Irdhiyah Khashah, adalah sifat tambahan yang hanya berlaku satu dzat tertentu atau term yang menyamakan sifat hakikat dari suatu spesia sebagai akibat dari sifat pembeda yang dimilikinya.
Contoh:
Sifat pembeda yang dimiliki manusia adalah berfikir.dari sifat berfikir ini timbul sifat khusus, seperti: kawin, membentuk pemerintah, adanya peradaban, pakaian, dan mengembangkan kebudayaan. Irdhi khas (sifat khusus) adalah sifat atau sejumlah sifat yang dimiliki secra khusus oleh hakekat-hakekat (mahiyah)yang sama.bariyah, bakar, usman, mustafa adalah hakekat-hakekat mahiyah yang sama.contoh:mampu berbahasa/belajar satu bahasa/beberapa bahasa.adalah irdhi khas (sifat khusus) bagi manusia.
2.    Irdhiyah Ammah, adalah sifat tambahan yang dapat ditemukan pada beberapa zat atau golongan.
Contoh:
Sifat melihat pada manusia.meliahat ini juga dimiliki oleh hewan yang lain.

  
PENUTUP

Kesimpulan
1)    Dilalah
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain. Pembagian Dilalah sebagai berikut:
a.    Dilalah Lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
1)    Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berbentuk alami.
2)    Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah  yang dibentuk akal pikiran.
3)    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
b.    Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
1)    Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berupa sifat alami.
2)    Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3)    Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
c.    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
1)    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah.
2)    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah.
3)    Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiya
2)    Lafadz
Lafadz adalah susunan beberapa huruf yang mengandung arti. Istilah lafadz berasal dari bahasa Arab dan diartikan sebagai 'kata' dalam bahasa Indonesia seperti kayu, batu, air dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Djalil, Basiq. 2010. Ilmu Logika. Jakarta:Kencana
A, Baihaqi.  Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika. Darul Ulum Press




[1] Basiq Djalil, Logika, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 5
[2] Baihaqi, Ilmu Mantik, Darul Ulum Press, h. 12
[3] Ibid, hal.14
[4] Ibid hal.15
[5] Baihaqi “Ilmu Mantiq Teknik dasar berfikir logic” hal 29.
[6] Basiq Djalil “Logika Ilmu Mantik” hal 17
[7] Basiq Djalil “Logika Ilmu Mantik” hal 32.

2 komentar:

Amma mengatakan...

Tidak berapa paham tntg bab nau'

rahma mengatakan...

Ijin Nyinau... Barokalloh!