PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Latar
Belakang Amandemen UUD 1945. Dengan berbagai argumentasi dan tuntutan realitas
kebangsaan dan demokrasi, maka amandemen harus dilaksanakan. Namun harus
disadari bahwa merubah pandangan rakyat yang sudah cukup lama ditatar bahwa UUD
1945 tidak dapat dirubah kecuali melalui Referendum, bukanlah pekerjaan mudah
dan sederhana. Namun akhirnya kesadaran muncul. Beberapa partai politik dalam
Pemilu 1999 tegas-tegas menyuarakan perlunya amandemen konstitusi. Akhirnya
perubahan konstitusi terjadi juga dalam empat tahapan perubahan, yang disebut
dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat. Sejarah Konstitusi kita
juga menunjukkan bahwa UUD 1945 bersifat sementara yang akan disempurnakan bila
keadaan sudah aman. Diantara argumentasi yang mendasari perubahan UUD 1845
tersebut antara lain:
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk
struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR
yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak
terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan
kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden).
Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada
di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim
disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk
Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang
terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu
penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi
kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan
Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden
dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat
aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka
peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai
dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut: a) Tidak adanya check
and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden; b)
Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat; c) Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi
persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya
dikuasai oleh pemerintah; d) Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945
tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly.
UUD
1945 merupakan landasan dasar Nasional dan landasan dasar Internasional Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat mempertahankan kemerdekaan dan
persatuan Indonesia sampai saat ini. Dalam sistem ketatanegaraan RI , DPR termasuk
lembaga tinggi negara bersama Presiden, BPK, dan MA. Masing-masing lembaga
tinggi negara tersebut mempunyai tugas, wewenang, dan hak sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan. Sistem pemerintahan bukan parlementer, tetapi
presidensil. Berdasarkan uraian diatas, maka didalam makalah yang singkat ini
penulis akan coba memaparkan tentang tugas-tugas dan wewenang dari pada
lembaga-lembaga tertinggi negara yang ada di Indonesia setelah amandemen ke-4
UUD’45.
PEMBAHASAN
A. Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945
1. Amandemen UUD 1945 telah membawa
konsekuensi berubahnya struktur ketatanegaraan di Indonesia.
2. Dalam kasus di Indonesia ada
beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukkan lembaga
negara baru yang bersifat independen.
Hal yang Mempengaruhi Dibentuknya
Lembaga Negara yg Baru :
1. Tiadanya kredibilitas lembaga yang
telah ada akibat suatu asumsi dan bukti mengenai kasus korupsi yang sistemik
dan mengakar yang sulit untuk diberantas.
2. Tidak independennya lembaga-lembaga
negara yang ada , karena satu atau lain hal tunduk di bawah pengaruh satu
kekuasaan negara atau kekuasaan lain.
3. Ketidakmampuan lembaga-lembaga
negara yang telah ada untuk melakukan tugas yang urgen dalam masa transisi
demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN.
4. Adanya pengaruh global dengan
pembentukan lembaga negara baru di banyak negara menuju demokrasi.
5. Tekanan lembaga-lembaga
internasional
Prinsip-Prinsip Pembentukan Lembaga
1. Penegasan prinsip
konstitusionalisme, yaitu gagasan yang menghendaki agar kekuasaan para pemimpin
dan badan-badan pemerintah yang ada dibatasi. Pembatasan tersebut dapat
diperkuat sehaingga menjadi suatu mekanisme atau prosedur yang tetap, sehingga
hak-hak dasar warga negara semakin terjamin dan demokrasi dapat terjaga.
2. Prinsip checks and balance (mengawasi
dan mengimbangi), yang menjadi roh bagi pembangunan dan pengembangan demokrasi.
Untuk itu pembentukan organ kelembagaan negara harus bertolak dari kerangka
dasar sistem UUD 1945 yang mengarah ke separation of power (pemisahan
kekuasaan).
3. Prinsip integrasi, dalam arti bahwa
pembentukan lembaga negara tidak bisa dilakukan secara parsial, keberadaannya
harus dikaitkan dengan lembaga lain yang telah ada dan eksis. Pembentukan
lembaga negara harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan proses
yang saling mengisi dan memperkuat, serta harus jelas kepada siapa lembaga
tersebut haarus bertanggung jawab.
4. Prinsip kemanfaatan bagi masyarakat,
yaitu pembentukan lembaga negara bertujuan untuk memenuhi kesejahteraan
warganya dan menjamin hak-hak dasar yang dijamin konstitusi.
Tiga Jalur Pembentuk Lembaga Negara.
Berdasar UUD 1945 terdiri dari : MPR, DPR, DPD, Presiden, MA,BPK,Kementerian
Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, DPRD
Propinsi, DPRD Kabupaten dan Kota, KPU, KY, MK,bank sentral, TNI, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Dewan Pertimbangan Presiden.
Berdasar UU terdiri dari :Komnas
HAM, KPK, KPI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, Komnas Anak, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan
Dewan Pendidikan. Berdasar Keputusan Presiden terdiri dari :Komisi Ombudsman
Nasional, Komisi Hukum Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan,Komisi
Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara, Dewan Maritim, Dewan Ekonomi Nasional,
Dewan Industri Strategis, Dewan Pengembangan Usaha Nasional, dan Dewan Buku
Nasional.
B. Lembaga Negara Yang Kedudukan dan
Kewenangannya Setara dalam UUD 1945
1. Presiden dan Wakil Presiden,
a. Berbeda dengan sistem pemilihan
Presiden dan Wapres sebelumnya yang dipilih oleh MPR; UUD 1945 sekarang
menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon
Presiden dan Wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu.
Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat.
b. Hal ini diatur dalam pasal 7A UUD
1945 : Presiden dan/ atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, tau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan
/atau Wakil Presiden.
2. DPR,
a. Melalui perubahan UUD 1945,
kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya
kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik sebuah lembaga
legislatif.
b. Hal ini membalik rumusan sebelum
perubahan yang menempatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU.
Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan DPR terutama ketika berhubungan
dengan Presiden.
3. DPD,
a. Jika DPR merupakan lembaga
perwakilan yang mencerminkan perwakilan politik (political representation),
maka DPD merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan perwakilan daerah (territorial
reprentation). Keberadaan DPD terkait erat dengan aspirasi dan kepentingan
daerah agar prumusan dan pengambilan keputusan nasisonal mengenai daerah, dapat
mengakomodir kepentingan daerah selain karena mendorong percepatan demokrasi,
pembangunan, dan kemajuan daerah.
b. Sebagai lembaga legislatif, DPD
mermpunyai kewenangan di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan
pertimbangan sseperti halnya DPR. Hanya saja konstitusi menentukan kewenangan
itu terbatas tidak sama dengan yang dimiliki DPR. Di bidang legislasi, wewenang
DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR; RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
4. MPR,
a. Keberadaan MPR pasca perubahan UUD
1945 telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi
melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai
Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden.
b. Sekarang MPR menurut UUD 1945 adalah
lembaga negara yang mempunyai kewenangan pokok yang terbatas, yaitu :
·
Mengubah
dan menetapkan UUD
·
Melantik
Presiden dan/atau Wapres
·
Memberhentikan
Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD
5. BPK,
Melalui perubahan konstitusi
keberadaan BPK diperkukuh, antara lain ditegaskan tentang kebebasan dan
kemandirian BPK, suatu hal yang mutlak ada untuk sebuah lembaga negara yang
melaksanakan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Hasil kerja BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD serta
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan atauu badan sesuai dengan UU. Untuk
memperkuat jangkauan wilayah pemeriksaan, BPK memiliki perwakilan di setiap
Propinsi.
6. MA,
Dalam perubahan UUD 1945 pengaturan
mengenai MA lebih diperbanyak lagi, antar lain ditentukan kewenangan MA adalah
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang –undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang, dan wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang. Selain itu juga mengatur rekrutmen hakim agung yang diusulkan KY
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden.
7. KY,
Lembaga negara yang termasuk baru
ini mempunyai ruang lingkup tugas yang terkait erat dengan kekuasaan kehakiman
(yudikatif). Tugas utama KY adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
8. MK.
Salah satu materi perubahan UUD 1945
adalah dibentuknya lembaga baru MK. Pembentukan lembaga baru ini dimaksudkan
sebagai pengawal konstitusi untuk menjamin agar proses demokratisasi di Indonesia
dapat berjalan lancar dan sukses. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan tugas
konstitusionalnya yang diarahklan kepada terwujudnya penguatan checks and
balances antar cabang kekuasaan negara dan perlindungan dan jaminan pelaksanaan
hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana telah diatur dalam UUD.
Kewenangan MK sbg Pengawal
Konstitusi
a. Melakukan pengujian undang-undang
terhadap UUD
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
c. Memutus pembubaran partai politik
d. Memutus perselisihan hasil pemilihan
umum
e. Memutus pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianantan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wapres tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres.
Hubungaan Antar Lembaga Negara Pasca
Amandemen UUD 1945
a. Hubungan yang bersifat Fungsional
b. Hubungan yang bersifat Pengawasan
c. Hubungan yang berkaitan dengan
Penyelesaian Sengketa
d. Hubungan yang bersifat Pelaporan
atau Pertanggungjawaban
Hubungan yang Bersifat Fungsional
a. Hubungan antara DPR/DPD dengan
Presiden dalam membuat UU dan APBN, juga untuk menyampaikan usul, pendapat,
serta imunitas
b. Hubungan antara DPR dengan DPD dalam
membuat peraturan atau kebijakan yang berhubungan dengan otonomi daerah
c. Hubungan antara KY, DPR, dan
Presiden dalam pengangkatan hakim (dalam konteks memberikan rekomendasi)
d. BPK dengan lembaga negara lain (
terutama Presiden dan Menteri-menteri) dalam penyelenggaraan keuangan
lembaga-lembaga tersebut
e. KPU dengan Pemerintah dalam
penyelenggaraan Pemilu
f. Komisi Hukum Nasional (KHN) dengan
Presiden untuk memberikan pendapat tentang kebijakan hukum dan masalah-masalah
hukum serta membantu Presiden sebagai penitia pengarah dalam mendesain
pembaruan hokum
g. KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan
Agung dalam melakukan penyelidikan atas adanya dugaan korupsi
Hubungan yang Bersifat Pengawasan
a. Hubungan antara Presiden dengan DPR
dalam melaksanakan pemerintahan
b. Hubungan antara DPD dengan
Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah
c. MA dengan Presiden, untuk menguji
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
d. MK dengan DPR/DPD dan Presiden (
sebagai pembentuk UU ), untuk menguji konstitusionalitas UU
e. KPK dengan Pemerintah
f. Komisi Ombudsman Nasional dengan
Pemerintah dan Aparatur Pemerintah, Aparat Lembaga Negara serta lembaga penegak
hukum dan peradilan, dalam pelaksanaan pelayanan umum agar sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan yang baik ( good governance)
Hubungan yang Berkaitan dengan
Penyelesaian Sengketa
a. MK dengan lembaga-lembaga negara
lain, untuk menyelesaiakn sengketa kewenangan antar lembaga Negara
b. MK dengan penyelenggara pemilu untuk
menyelesaikan perselisihan hasil pemilu
Hubungan yang Bersifat Pelaporan
atau Pertanggungjawaban
a. DPR/DPD dalam lembaga MPR dengan
Presiden
b. DPR dengan komisi-komisi negara
seperti Komnas HAM, Komisi Ombudsman Nasional, KPK, Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan
c. Presiden dengan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
C. Dilema Implementasi (Penerapan)
Negara Hukum dan Negara Demokrasi di Indonesia.
1. Implementasi Negara Hukum di
Indonesia
Beberapa
pasal dirubah melalui proses amandemen, akibatnya substansi penyelenggaraan
negara pun berubah. Namun, negara ini tetap menjadi Negara Kesatuan. Beberapa
pasal yang dirubah tersebut misalnya Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan
adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratn
Rakyat.” menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya menurut Undang-Udanng Dasar.” Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 itu
adalah sign bahwa negara ini akan menjadikan hukum sebagai panglima, karena
penyelanggaraan kekuasaan negara haruslah didasarkan atas hukum (UUD), tidak
lagi dipegang penuh oleh Majelis Permusyawaratan. Jaminan Hak Asasi Manusia
(HAM) pun semakin diperkuat. Sebelumnya, jaminan HAM hanya diakomodir dengan
pasal 28 saja. Sekarang jaminan terhadap HAM diakomodir pada pasal 28, 28A,
28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, dan 28I UUD NRI 1945. Rakyat dijamin
hak-haknya. Dengan akomodasi pasal-pasal HAM ini, harapan untuk menciptakan
equality before the law dan due process of law dapat tumbuh dalam langgam bahasa
hati rakyat.
Dengan
demikian, seperti di ungkapkan oleh John Locke bahwa negara harus memegang
kewajiban-kewajiban dalam bentuk (i) kekuasaan legislatif tidak boleh digunakan
untuk mengatur nasib rakyat secara sembarangan; (ii) kekuasaan negara tidak
boleh dijalankan tanpa pertimbangan yang matang; (iii) pemerintah tidak boleh
mengambil atau merampas hak milik rakyat tanpa persetujuan; dan (iv)
perundang-undangan harus menjamin agar kekuasaan politik digunakan bagi
kepentingan umum akan terealisasi dalam koridor NKRI.
Terlepas
dalam perjalanannya nanti, apakah konsep negara hukum dapat terus dijaga dan
dilestarikan dalam NKRI atau tidak, setidaknya pada saat ini prinsip negara
hukum telah bisa dimasukkan dalam konstitusi. Dan selanjutnya dijalankan oleh
lembaga kekuasaan penyelenggara negara, karena hakekatnya kedaulatan ada
ditangan rakyat dan negara ini adalah milik rakyat bukan penguasa.
demi
mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri sebagai amanat dari UUD
1945. Usaha untuk mewujudkan lembaga kekuasaan kehakiman yang merdeka dan
mandiri dimulai dengan ditetapkannya TAP MPR No. X/MPR 1998 tentang Ketetapan
Kekuasaan Kehakiman Yang Bebas dan Terpisah dari Eksekutif dan melakukan
perubahan terhadap ketentuan UU. No.10 tahun 1970 dengan dikeluarkannya UU. No.
35 tahun 1999 yang diubah dengan UU. No. 4 tahun 2004 dan terakhir diganti
dengan UU. No. 48 tahun 2009. Berdasarkan pada UU. No. 48 tahun 2009 diletakkan
sebuah kebijakan baru dalam rangka untuk mewujudkan independensi dan
kemandirian yudisial dengan ketentuan segala urusan mengenai peradilan baik
menyakut bidang teknik yudisiil maupun bidang non teknik yudisial seperti
organisasi, administasi dan finansiil berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 21 UU. No. 48 tahun 2009: (1)
Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. (2) Ketentuan
mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam
undang-undang sesuai dengan kekhususan lingkungan peradilan masing-masing”.
2. Implementasi
Negara Demokrasi
Konsepsi demokrasi
selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem
ketatanegaraan, walaupun pada tataran implementasinya terjadi perbedaan antara
negara yang satu dengan negara yang lain. Karena berbagai varian implementasi
demokrasi tersebut, maka di dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah
demokrasi yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi
nasional, dan lain sebagainya.
Semua konsep ini
memakai istilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa”
atau government or rule by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/ kratein berarti kekuasaan/berkuasa)
PENUTUP
Kesimpulan
Saya telah menguraikan perubahan-perubahan mendasar sistem ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945. Penerapan perubahan itu, baik dalam merumuskan undang-undang pelaksanaanya, maupun penerapannya dalam praktik, tidaklah mudah. Sebagian besar undang-undang pelaksanaannya, kecuali undang-undang tentang kementerian negara seperti saya katakan tadi, telah selesai disusun. Namun, masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, sehingga perlu untuk terus-menerus disempurnakan. Kesulitan merumuskan undang-undang pelaksanaannya itu, seringkali pula disebabkan oleh ketidakjelasan rumusan pasal-pasal UUD 1945 pasca amandemen. Bahasa yang digunakan kerapkali bukan bahasa hukum, seperti istilah tindak pidana berat dan perbuatan tercela yang dapat dijadikan sebagai alasan impeachment kepada Presiden dan Wakil Presiden. Sistematika perumusan pasal-pasal juga menyulitkan penafsiran sistematis. Hal ini disebabkan oleh keengganan MPR untuk menambah jumlah pasal UUD 1945, dan merumuskan ulang seluruh hasil amandemen itu secara sistematis.
Tentu
saja penerapan dan pelaksanaan sebuah undang-undang dasar akan sangat dipengaruhi
oleh situasi perkembangan zaman, serta kedewasaan bernegara para pelaksananya.
Adanya semangat para penyelenggara negara yang benar-benar berjiwa
kenegerawanan, sangatlah mutlak diperlukan untuk mengatasi kekurangan dan
kelemahan rumusan sebuah undang-undang dasar. Tanpa itu, undang-undang dasar
yang baik dan sempurna pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan. Namun,
apapun juga, amandemen konstitusi itu telah terjadi, dan menjadi bagian sejarah
perjalanan bangsa ke depan. Saya hanya berharap, semoga perubahan itu membawa
perjalanan bangsa dan negara kita ke arah yang lebih baik.
Beberapa pasal dirubah melalui proses
amandemen, akibatnya substansi penyelenggaraan negara pun berubah. Namun,
negara ini tetap menjadi Negara Kesatuan. Terlepas dalam perjalanannya nanti,
apakah konsep negara hukum dapat terus dijaga dan dilestarikan dalam NKRI atau
tidak, setidaknya pada saat ini prinsip negara hukum telah bisa dimasukkan
dalam konstitusi. Dan selanjutnya dijalankan oleh lembaga kekuasaan penyelenggara
negara, karena hakekatnya kedaulatan ada ditangan rakyat dan negara ini adalah
milik rakyat bukan penguasa.
DAFTAR PUSTAKA
Mudzakir Arief, Rangkuman
Pengetahuan Umum Lengkap Global, Semarang, Aneka Ilmu, 2006.
Asshiddiqie, Struktur
Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah
disampaikan dalam Simposium Nasional yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Departemen Hukum dan HAM, Denpasar 14-18 Juli, 2003.
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi
Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI,
2002.
Maria Farida Indrati S, “Ilmu
Perundang-Undangan Jilid 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar