PENDAHULUAN
Kemerdekaan bangsa Indonesia adalah cita-cita rakyat
Indonesia yang telah berhasil dicapai, walaupun hal itu harus dicapai dengan
segala kesulitan dan pengorbanan seluruh rakyat Indonesia pada saat itu. Namun,
walaupun telah merdeka dan diakui di mata dunia, bangsa Indonesia pada saat itu
harus menentukan masa depannya sendiri. Pada masa itu, disamping kemerdekaan
telah diraih, dari sisi lain masih banyak terdapat kemiskinan, rendahnya
tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi otoriter, maka banyak hal yang
bergantung pada kearifan dan nasib baik pemimpin negeri.
Masalah-masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia
setelah terlepas dari belenggu penjajah, sisa-sisa penderitaan rakyat mendorong
para elite negeri untuk segera melakukan penataan dalam hal pemerintahan dan
institusi. Untuk menata dan membangun birokrasi suatu negara yang baru mulai
berdiri sangatlah susah, sangat sulit untuk menentukan sistem pemerintahan yang
cocok untuk diterapkan di Indonesia. Untuk itu pada tahun1950 tidak mengherankan
bila percobaan demokrasi mengalami kegagalan. Banyak terjadi korupsi, kesatuan
wilayah mulai terancam, keadilan sosial belum tecapai, banyaknya persoalan
ekonomi yang belum terselesaikan.
Berbicara mengenai demokrasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari pelaksanaan pasang surut demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, dengan
mempelajari sejarah dan perkembangan demokrasi pasca kemerdekaan (1945-1959)
atau demokrasi parlementer, serta pelaksanaannya kita dapat mengambil
pelajaran-pelajaran untuk meningkatkan dan memperbaiki sistem pemerintahan yang
sesuai untuk diterapkan di negara Indonesia. Bahkan di Era Reformasi
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Demokrasi Parlementer (Liberal)
Demokrasi
parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan
legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin
oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet
diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden
menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai
demokrasi parlementer oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan
parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, dan
UUDS 1950.
B.
Sejarah
perkembangan demokrasi di Indonesia Pasca Kemerdekaan (1945-1959)
Perkembangan
demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan
sampai saat ini, selama 55 tahun perjalanan bangsa dan negara Indonesia,
masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam
berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara seperti dalam bidang politik,
ekonomi, hukum dan sosial budaya. Sebagai tatanan kehidupan, inti tatanan
kehidupan yang demokratis secara empiris terkait dengan persoalan pada hubungan
antara negara atau pemerintah dengan rakyat, atau sebaliknya hubungan rakyat
dengan negara atau pemerintah dalam posisi keseimbangan (equilibrium potition)
dan saling melakukan pengawasan (check and balance). Dengan kata lain, posisi
keseimbangan antara pemerintah atau negara dengan rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara menghindari timbulnya tindakan kotor dan anarkis baik
dilakukan pemerintah atau negara terhadap rakyatnya, partai politik, militer,
maupun oleh rakyat sendiri terhadap negara atau dengan sesama anggota
masyarakat.[[1]]
Demokrasi
pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer
yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan kemudian
diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk
Indonesia. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama dan
tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan
tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi
peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Di
Indonesia demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah No.
14 Nov. 1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Demokrasi ini lebih
menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu
maupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat represetansi
warga negara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.[[2]]
Undang-Undang
Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri
dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head)
beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena
fragmentasi partai-partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat
bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun sangat gampang pecah. Hal ini
mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengancam integrasi nasional
yang sedang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan
pemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat telah mengancam berjalannya
demokrasi itu sendiri.[[3]]
Umumnya
kabinet pada masa pra-pemilihan yang diadakan dalam tahun 1955 tidak dapat
bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat
perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak memperoleh
kesempatan untuk melaksanakan programnya. Pun pemilihan tahun 1955 tidak
membawa stabilitas yang diharapkan, malah tidak dapat menghindari perpecahan
yang paling gawat antar pemerintah pusat dan beberapa daerah.
Di
samping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak
memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik, padahal
merupakan kekuatan yang paling penting, yaitu seorang presiden yang tidak mau
bertindak sebagai “rubber stamp president” (presiden yang membubuhi capnya
belaka dan tentara ) yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab
untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Pada
periode ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula
kedudukan partai politik. Karena itu segala hal yang terkait dengan kebijakan
negara tidak terlepas dari sikap kritis para anggota parlemen untuk mendebatnya
baik melalui forum parlemen untuk mendebatnya baik melalui forum parlemen
maupun secara sendiri-sendiri. Salah satu hal yang penting dalam periode ini
adalah adanya perdebatan yang tidak berkesudahan yang dilakukan oleh anggota
parlemen dari partai yang berbeda. Karena seperti diketahui bahwa pada periode
ini tumbuh era multi partai. Era multi partai diikuti oleh adanya alam
kebebasan (tumbuhnya paham liberalisme) yang tumbuh pada periode ini.
Faktor-faktor
semacam ini, ditambah dengan tidak mempunyai anggota-anggota partai-partai yang
tergabung dalam konstitusional untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara
ketika dalam membahas undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai
presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Keluarnya Dekrit Presiden tersebut
merupakan intervensi presiden terhadap parlemen. Dengan demikian sejak Dekrit
Presiden keluar masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.[[4]]
C.
Ciri-Ciri
Demokrasi Parlementer (Liberal)
Ciri-ciri
demokrasi parlementer (liberal) yaitu :[[5]]
1.
Dikepalai
oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja.
2.
Kekuasaan
eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan
Undang-Undang.
3.
Perdana
menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departement dan non-departemen.
4.
Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
5.
Kekuasaan
eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
6.
Kekuasaan
eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
7.
Kontrol
terhadap negara, alokasi sumberdaya alam dan manusia dapat terkontrol.
8.
Kelompok
minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, unuk memperjuangkan dirinya.
D.
Kelebihan
Demokrasi Parlementer (Liberal)
1.
Pembuat
kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif
dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
2.
Garis
tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
3.
Adanya
pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
4.
HAM
dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh negara
E.
Kelemahan
Demokrasi Parlementer (Liberal)
1.
Kedudukan
badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayorits dukungan parlemen
sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
2.
Kelangsungan
kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai
dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
3.
Kabinet
dapat mngendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet
adalah anggota parlemen dan berasal dari meyoritas. Karena pengaruh
mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat menguasai
parlemen.
4.
Parlemen
menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka
menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi
menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
5.
Multipartai,
yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan baik.
6.
Kebebasan
mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada
pertanggungjawabannya.
F.
Kegagalan
Demokrasi Liberal (Parlementer)
Penyebab kegagalan :
1. Dominannya politik aliran, artinya
berbagai golongan politik dan partai politik sangat mementingkan kelompok atau
alirannya sendiri daripada mengutamakan kepentingan bangsa.
2.
Landasan
sosial ekonomi rakyat yang masih rendah.
3.
Tidak
mempunyai para anggota konstituante bersidang dalam menetapkan dasar negara
sehingga keadaan menjadi berlarut-larut.
4.
Instabilitas
Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan
pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering
jatuh dan terinflasi.
5.
Timbul
berbagai masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS akibat ketidakstabilan pemerintahan.
6.
Sering
terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
7.
Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
8.
Sering
terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan
kekuasaan.
9.
Praktik
korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani
karena dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melakukan
korupsi, bahkan mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek
demokrasi terpimpin juga melakukan korupsi.
10.
Kesejahteraan
rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang
politik bukan pada ekonomi.[[6]]
G.
Demokrasi di Era Reformasi
Demokrasi
yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi
Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu
1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa reformasi
berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan
No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap
MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap
MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI
5. Amandemen
UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
6. Pada
Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu
tahun 1999 dan tahun 2004
Gerakan reformasi membawa perubahan-perubahan dalam bidang
politik dan usaha penegakkan kedaulatan rakyat, serta meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam kehidupan politik.
Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi pada dasarnya
adalah demokrasi dengan mendasarkan pada UUD 1945 yang telah diamandemen oleh
MPR. Dengan penyempurnaan
pelaksanaannya, meningkatkan peran lembaga-lembaga negara dengan menegakkan
fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan
kekuasaan, (check and balance system ) yang jelas antar lembaga-lembaga
eksekutif, legislative, dan yudikatif tidak ada kekuasaan berlebih pada salah
satu lembaga, seperti berikut :
1. Presiden dan wakil Presiden dipilih
dengan masa jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali satu kali jabatan yang
sama.
2. DPA
dihapuskan
3. Anggota MPR terdiri dari anggota DPR
dan DPD dipilih melalui pemilu.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan hasil
pemilu. Nuansa demokrasi sangat terasa dalam era reformasi ini, terutama dalam
hal penegakkan HAM dan usaha recovery ekonomi dan kemandirian bangsa.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Demokrasi liberal adalah suatu
demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada
badan eksekutif.
2. Ciri-ciri demokrasi Parlementer
(liberal) :
a.
Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
b.
Kekuasaan
eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan Undang-Undang.
c.
Perdana
menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departement dan non-departemen.
d.
Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
e.
Kekuasaan
eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
f.
Kekuasaan
eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislative.
g.
Kontrol
terhadap negara, alokasi sumberdaya alam dan manusia dapat terkontrol.
h.
Kelompok
minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, unuk memperjuangkan dirinya.
3. Kelebihan demokrasi parlementer
(liberal) :
a. Pembuat kebijakan dapat ditangani
secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan
legislatif.
b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
c. Adanya pengawasan yang kuat dari
parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam
menjalankan pemerintahan.
d. HAM dipegang teguh dan dijunjung
tinggi oleh Negara
4. Kelemahan demokrasi parlementer
(liberal) :
a. Kedudukan badan eksekutif/kabinet
sangat tergantung pada mayorits dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu
kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
b. Kelangsungan kedudukan badan
eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa
jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
c. Kabinet dapat mngendalikan parlemen.
d. Parlemen menjadi tempat kaderisasi
bagi jabatan-jabatan eksekutif.
e. Multipartai, yang mengakibatkan
aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan baik.
f. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang
terlalu bebas, sehingga tidak ada pertanggungjawabannya.
5. Penyebab kegagalan demokrasi
parlementer (liberal) :
a. Dominannya politik aliran
b. Landasan sosial ekonomi rakyat yang
masih rendah.
c. Tidak mempunyai para anggota
konstituante bersidang dalam menetapkan dasar negara sehingga keadaan menjadi
berlarut-larut.
d. Instabilitas Negara karena terlalu
sering terjadi pergantian kabinet.
e. Timbul berbagai masalah keamanan
dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,
seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS akibat
ketidakstabilan pemerintahan.
f. Sering terjadi konflik dengan pihak
militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
g. Memudarnya kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
h. Sering terjadi konflik antar partai
politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan kekuasaan.
i. Praktik korupsi meluas.
j. Kesejahteraan rakyat terbengkalai
karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada
ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2000
Mahfud, Mohammad, Demokrasi dan Konstitusi Indonesia.
Jakarta : PT. Rinneka Cipta, 2003.
PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta
: IAIN Jakarta Pers, 2000.
Ubaedillah, A dan Rozak, Abdul, Pendidikan Kewargaan
(Civic Education) Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
[1] Putri Ayu
Asmaningtyas,”Masa Demokrasi Parlementer”,Ayouk91.blogspot,diakses dari http://ayouk91.blogspot.com /2012/01/masa-demokrasi-parlementer.html, pada tanggal 31
Maret 2013
[2] http://kukusatu.blogspot.com/2012/02/pengertian-demokrasi-liberal.html, pada tanggal 31 Maret 2013
[4] Puslit IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pendidikan Kewargaan (civic education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani, (Jakarta, IAIN Jakarta Pers,2000), hlm.177-178.
[6]bHee,http://whatteenagersneed.blogspot.com/2011/02/masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di.html diakses pada 03 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar