BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembuatan makalah
ini dilatar belakangi oleh keingintahuan kami sebagai makhluk ciptaan tuhan
yang diberi akal dan pikiran sehingga menuntut kami untuk mencari tahu segala
sesuatu yang telah diciptakannya. Dari sekian banyak penciptaan Allah SWT.
Salah satunya adalah kehidupan. Akhlak
adalah hal ikhwal yang melekat pada jiwa (Sanubari). Akhlak manusia itu ada dua
macam, perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syariah. Maka
tingkah laku baik itu disebut akhlak yang baik dan sebaliknya perbuatan-perbuatan
buruk maka tingkah laku itu disebut akhlak yang baik dan sebaliknya
perbuatan-perbuatan buruk maka tingkah laku itu disebut akhlak yang buruk.
Untuk mendapatkan akhlak yang baik seseorang dapat berlandasan dengan al-Qur’an
dan Hadist yaitu kitab Allah dan sunnah rasulnya.
Dan dalam akhlak
ini mempunyai hubungan dengan ilmu lain seperti dan menyusun makalah inin
didasarkan atas tugas kelompok yang harus diselesaikan, hubungan akhlak dengan
ilmu lain seperti tasawuf, filsafat, hukum Islam.
2. Rumusan Masalah
Pengertian : Ruang lingkup dan urgensi ilmu akhlak (etika).
3. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua.
4. Metode Penulisan
Kali ini
penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini
adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan
dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ruang Lingkup Ilmu Akhlak (Etika)
Ruang
yaitu sela-sela antara dua (deret) tiang atau rongga yang berbatas terlingkung
oleh bidang tertentu. Lingkup ialah luasnya subjek yang tercakup di dalamnya.
Ruang lingkup etika ialah cara menetapkan seberapa luas materi etika yang
dibahas, sumber-sumbernya, tokoh-tokohnya, tema-temanya, dan cakupannya yang
mendalam. Menentukan ruang lingkup pembahasan etika, setiap ahli belum ada kata
sepakat dan keseragaman, karena masing-masing memberikan materi yang berbeda
dan bervariasi. Ini terbukti, tiap-tiap buku yang mereka susun ternyata
mengejutkan, ruang lingkup (scope) pembahasan etika ternyata tidak sama
(berbeda-beda), baik mengenai isi, sumber-sumbernya, tokoh-tokohnya,
tema-temanya, materi maupun pembahasannya.
Etika
menyelidiki segala perbuatan manusia menetapkan hukum baik atau buruk. Akan
tetapi, bukanlah semua perbuatan dapat diberi hukum. Perbuatan manusia ada yang
timbul bukan karena kehendak, seperti bernafas, detak jantung, dan meicingkan
mata dengan tiba-toba waktu berpindah dari gelap ke cahaya. Hal tersebut bukan
persoalan etika dan tidak dapat memberi hukum pokok persoalan etika.
Etika
menaruh perhatian pada prinsip pembenaran tentang kepuutsan yang telah ada.
Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah yang khusus atau pedoman yang
tegas dan tetap tentang individu hidp dengan kebaikan. Etika menaruh perhatian
pada pembicaraan mengenai prinsip pembernaran tentang kepuusuan yang telah ada.
Ruang
lingkup etika tidak memberikan arah yang khusus atau pedoman yang tegas
terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang lingkup etika adalah
sebagai berikut :
1.
etika
menyelidiki sejarah dalam berbagai aliran, lama, dan baru tentang tingkah laku
manusia;
2.
etika
membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu
pekerjaan;kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara hatinya,
motif mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika;
3.
etika
menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan mendorong
lahirnya tingkah laku mausia, meliputi faktor manusia itu sendiri, fitrahnya
(nalurinya), adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara
hatinya, motif yang mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika;
4.
etika
menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut ajaran Islam etika
yang baik itu harus bersumber pada Alquran dan Hadits nabi. Ini tidak dapat
ditawar-tawar lagi, karena jika etika didasarkan pada pemikiran manusia
(filsafat), harsilnya sebagian selalu bertentangan dengan fitrah manusia;
5.
etika
mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi pekerti
ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara melatih diri untuk mencapai
perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang sangat tepat
untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori saja, tetapi
benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan;
6.
etika
menegaskan arti dan tujuan hidyp yang sebenarnya, sehingga dapatlah manusia
terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan segala kelakuan
yang buruk dan tercela.
Etika
dipengaruhi dua pengertian, seperti dijelaskan oleh Suyono Sumargono, sebagai
berikut :
1.
etika
terlibat dalam pernyataan seperti saya mempelajari etika. Dalam penggunaan ini
etika dimaksud suatu kemampuan pengetahuan mengenai pemeliharaan perbuatan yang
dilakukan orang;
2.
etika
dipakai bila orang mengatakan,”Ia seorang yang bersifat etis, ia seorang adil,
ia seorang pembunuh, ia seorang pembohon.”. Di sini ruang lingkupnya mencapai
suatu predikat yang dipergunakan untuk membedakan barang-barang perbuatan atau
orang-orang tertentu dengan orang lain.
Etika tidak
hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengah dari tujuan-tujuannya, ia
mempengaruhi dan mendorong kehendak supaya membentuk hidup suci, menghasilkan
kebaikan, kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Etika itu
sendiri mendorong manusia agar berbuat baik, tetapi ia tidak selalu berhasil
kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.
Namun
demikian, apabila dibandingkan dengan pemakaian etika dalam ruang lingkup yang
lebih luas, etika lebih luas dari perkataan budi luhur, moral baik-buruk,
tingkah laku jujur. Sebab, istilah tersebut sering dipakai atau dipergunakan
hanya untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang dapat dinilai dari wujud
tingkah laku atau perbuatan saja. Etika dipandang selain menunjukkan sikap
lahiriah seseorang, juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan
seseorang itu. Dalam bahasa Indonesia perkataan ini kurang begitu popular.
Lazimnya istilah ini sering dipergunakan dalam kalangan terpelajar atau
intelektual saja. Kata yang sepadan dengan itu dan lazim dipergunakan
ditengah-tengah masyarakat adalah perkataan susila atau kesusilaan.
Kesusilaan
mengandung arti etos, etis, etika dan etistika. Pengertian tersebut berarti
sebagai berikut :
1.
etos
merupakan kegiatan yang mengatur hubungan seseorangan dengan Khaliknya,
kelengkapan uluhiyah dan rububiah, seperti keyakinan terhadap Allah,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul Allah, kitab-kitab-Nya, hari kiamat dan
ketetapan kadar baik-buruk dari Allah
2.
etis
merupakan kegiatan yang mengatur kedisiplinan seeseorang terhadap dirinya,
terhadap sesamanya dan mengatur kegiatan sehari-hari. Ketetapan ini
sdisusunsendiri secara sistematis mulai dari bangun tidur, melakukan kegiatan
atau aktivitas, istriharat, kerja hingga tidur kembali. Dalam bahasa islam,
ketetapan itu disebut al-’asr (waktu-waktu yang telah ditentukan), yaitu dengan
melakukan shalat lima waktu sehari semalam. Waktunya tidak boleh diubah kecuali
hal0hal yang telah ditetapkan untuk membolehkannya.
3.
etika
merupakan kegiatan yang mengatur hubungan sesama manusia, baik sejenis maupun
berlainan jenis yang menyangkut kehidupan tiap hari. Hubungan sesama lain jenis
dibatasi sedmikian rupa agar tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan
agama, undang-undang dan peraturan yang berlaku di suatu tempat. Jika aturan ini
dilanggar, akan merusak susunan sosial daerah tersebut dan mengacaukan tatanan
sosial yang telah dibentul.
4.
etistika
merupakan kegiatan pasar keghidupan yang mendorong seseoran guntuk meningkatkan
keadaan dirinya dan lingkungan agar lebih indah, asri, alami, sejuk segar, enak
dipandang mata untuk menuju kesempuranaan amaliah.
Dalam
kehidupan sehari-hari sering terdengar bahwa etika, memberikan hukuman kepada
beberapa perbuatan bahwa sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, hak
atau batil. Hukum ini merata di antara manusia, baik yang tinggi kedudukannya
maupun rendah, baik dalam perbuatan yang besar maupun kecil. Diucapkan oleh
ahli hukum dalam hukum undang-undang, oleh ahli perusahaan dalam perusahaanya
dan di berabgai kesempatan. Bahkan, oleh anak-anak dalam permainan mereka,
apakah artinya baik dan buruk dan dengan ukuran apa dapat mengukur perbuatan
yang diberi hukuman baik dan buruk.[1]
B.
Moral dan Etika
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak
itu adalah hal ihkwal yang melekat pada jiwa Sanubari, macam-macam akhlak ada 2
:
1.
Akhlak Terpuji (Akhlakul
Karimah)
2.
Akhlak tercela (Akhlak
Madzumamah)
Etika
berasal dari bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan, baik kebiasaan baik
maupun kebiasaan buruk, jadi etika dapat diartikan ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Moral dari
bahasa latin yaitu mores yang artinya Jamak, dari Istilah moral adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik dan buruk.
Sehingga
etika dan moral ini mempunyai karakter yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia yang baik atau yang buruk adapun hubungan akhlak denganilmu
lain tauhid adalah hubungan yang bersifat berdekatan. Hubungan akhlak dengan
ilmu tasawuf sangat berdekatan yaitu ilmu yang menimbulkan nilai-nilai
kejujuran. Kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa keadilan dan lain-lain.
Jadi hubungan ilmu tasawuf dengan akhlak dalam islam adalah akhlak itu
merupakan pangkal tolak tasawuf. Sedangkan tasawuf esensi dari akhlak itu
sendiri. Hubungan akhlak dengan ilmu filsafat adalah dalam ilmu filsafat
dibahas hal-hal yang berhubungan dengan akhlak dan dibahas pula tentang tuhan
bahkan menjadi cabang Ilmu tersendiri yaitu etika dan moral.
Hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu Islam adalah dalam hukum terdapat perintah dan
larangan, jika melaksanakan yang diperintahkan berarti dapat dikatakan
berakhlak baik begitupun sebaliknya.
B.
Saran
1. Hendaknya sebagaimana manusia harus bisa menikmati sebaik-baiknya, segala
sesuatu yang telah diciptakan dari Allah SWT.
2. Sebaiknya ilmu Pendidikan yang kita gunakan tidak lepas dari Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Umar Imron, Drs, 1983. Terjemahan Fathul Qorib. Kudus : Menara Kudus
As’ad Aliy, Drs.
H., 1979. Fathul Mui’in, Kudus
: Menara Kudus
Mudjahit, A.K. MA. Drs. H., 1997. Materi Fiqih Pokok II. Jakarta : Depag
Rasjid, Sulaiman H, 2008. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar