Senin, 13 Mei 2013

Ruang lingkup dan urgensi ilmu akhlak (etika)



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Pembuatan makalah ini dilatar belakangi oleh keingintahuan kami sebagai makhluk ciptaan tuhan yang diberi akal dan pikiran sehingga menuntut kami untuk mencari tahu segala sesuatu yang telah diciptakannya. Dari sekian banyak penciptaan Allah SWT. Salah satunya adalah kehidupan.  Akhlak adalah hal ikhwal yang melekat pada jiwa (Sanubari). Akhlak manusia itu ada dua macam, perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syariah. Maka tingkah laku baik itu disebut akhlak yang baik dan sebaliknya perbuatan-perbuatan buruk maka tingkah laku itu disebut akhlak yang baik dan sebaliknya perbuatan-perbuatan buruk maka tingkah laku itu disebut akhlak yang buruk. Untuk mendapatkan akhlak yang baik seseorang dapat berlandasan dengan al-Qur’an dan Hadist yaitu kitab Allah dan sunnah rasulnya.
Dan dalam akhlak ini mempunyai hubungan dengan ilmu lain seperti dan menyusun makalah inin didasarkan atas tugas kelompok yang harus diselesaikan, hubungan akhlak dengan ilmu lain seperti tasawuf, filsafat, hukum Islam.

2.      Rumusan Masalah
Pengertian : Ruang lingkup dan urgensi ilmu akhlak (etika).

3.      Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

4.      Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ruang Lingkup Ilmu Akhlak (Etika)
Ruang yaitu sela-sela antara dua (deret) tiang atau rongga yang berbatas terlingkung oleh bidang tertentu. Lingkup ialah luasnya subjek yang tercakup di dalamnya. Ruang lingkup etika ialah cara menetapkan seberapa luas materi etika yang dibahas, sumber-sumbernya, tokoh-tokohnya, tema-temanya, dan cakupannya yang mendalam. Menentukan ruang lingkup pembahasan etika, setiap ahli belum ada kata sepakat dan keseragaman, karena masing-masing memberikan materi yang berbeda dan bervariasi. Ini terbukti, tiap-tiap buku yang mereka susun ternyata mengejutkan, ruang lingkup (scope) pembahasan etika ternyata tidak sama (berbeda-beda), baik mengenai isi, sumber-sumbernya, tokoh-tokohnya, tema-temanya, materi maupun pembahasannya.
Etika menyelidiki segala perbuatan manusia menetapkan hukum baik atau buruk. Akan tetapi, bukanlah semua perbuatan dapat diberi hukum. Perbuatan manusia ada yang timbul bukan karena kehendak, seperti bernafas, detak jantung, dan meicingkan mata dengan tiba-toba waktu berpindah dari gelap ke cahaya. Hal tersebut bukan persoalan etika dan tidak dapat memberi hukum pokok persoalan etika.
Etika menaruh perhatian pada prinsip pembenaran tentang kepuutsan yang telah ada. Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang individu hidp dengan kebaikan. Etika menaruh perhatian pada pembicaraan mengenai prinsip pembernaran tentang kepuusuan yang telah ada.
Ruang lingkup etika tidak memberikan arah yang khusus atau pedoman yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang lingkup etika adalah sebagai berikut :
1.        etika menyelidiki sejarah dalam berbagai aliran, lama, dan baru tentang tingkah laku manusia;
2.        etika membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan;kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara hatinya, motif mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika;
3.        etika menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi dan mendorong lahirnya tingkah laku mausia, meliputi faktor manusia itu sendiri, fitrahnya (nalurinya), adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika;
4.        etika menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada Alquran dan Hadits nabi. Ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena jika etika didasarkan pada pemikiran manusia (filsafat), harsilnya sebagian selalu bertentangan dengan fitrah manusia;
5.        etika mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi pekerti ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara melatih diri untuk mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang sangat tepat untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori saja, tetapi benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan;
6.        etika menegaskan arti dan tujuan hidyp yang sebenarnya, sehingga dapatlah manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan segala kelakuan yang buruk dan tercela.
Etika dipengaruhi dua pengertian, seperti dijelaskan oleh Suyono Sumargono, sebagai berikut :
1.        etika terlibat dalam pernyataan seperti saya mempelajari etika. Dalam penggunaan ini etika dimaksud suatu kemampuan pengetahuan mengenai pemeliharaan perbuatan yang dilakukan orang;
2.        etika dipakai bila orang mengatakan,”Ia seorang yang bersifat etis, ia seorang adil, ia seorang pembunuh, ia seorang pembohon.”. Di sini ruang lingkupnya mencapai suatu predikat yang dipergunakan untuk membedakan barang-barang perbuatan atau orang-orang tertentu dengan orang lain.
Etika tidak hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengah dari tujuan-tujuannya, ia mempengaruhi dan mendorong kehendak supaya membentuk hidup suci, menghasilkan kebaikan, kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Etika itu sendiri mendorong manusia agar berbuat baik, tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan pemakaian etika dalam ruang lingkup yang lebih luas, etika lebih luas dari perkataan budi luhur, moral baik-buruk, tingkah laku jujur. Sebab, istilah tersebut sering dipakai atau dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang dapat dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatan saja. Etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah seseorang, juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang itu. Dalam bahasa Indonesia perkataan ini kurang begitu popular. Lazimnya istilah ini sering dipergunakan dalam kalangan terpelajar atau intelektual saja. Kata yang sepadan dengan itu dan lazim dipergunakan ditengah-tengah masyarakat adalah perkataan susila atau kesusilaan.
Kesusilaan mengandung arti etos, etis, etika dan etistika. Pengertian tersebut berarti sebagai berikut :
1.        etos merupakan kegiatan yang mengatur hubungan seseorangan dengan Khaliknya, kelengkapan uluhiyah dan rububiah, seperti keyakinan terhadap Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul Allah, kitab-kitab-Nya, hari kiamat dan ketetapan kadar baik-buruk dari Allah
2.        etis merupakan kegiatan yang mengatur kedisiplinan seeseorang terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan mengatur kegiatan sehari-hari. Ketetapan ini sdisusunsendiri secara sistematis mulai dari bangun tidur, melakukan kegiatan atau aktivitas, istriharat, kerja hingga tidur kembali. Dalam bahasa islam, ketetapan itu disebut al-’asr (waktu-waktu yang telah ditentukan), yaitu dengan melakukan shalat lima waktu sehari semalam. Waktunya tidak boleh diubah kecuali hal0hal yang telah ditetapkan untuk membolehkannya.
3.        etika merupakan kegiatan yang mengatur hubungan sesama manusia, baik sejenis maupun berlainan jenis yang menyangkut kehidupan tiap hari. Hubungan sesama lain jenis dibatasi sedmikian rupa agar tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan agama, undang-undang dan peraturan yang berlaku di suatu tempat. Jika aturan ini dilanggar, akan merusak susunan sosial daerah tersebut dan mengacaukan tatanan sosial yang telah dibentul.
4.        etistika merupakan kegiatan pasar keghidupan yang mendorong seseoran guntuk meningkatkan keadaan dirinya dan lingkungan agar lebih indah, asri, alami, sejuk segar, enak dipandang mata untuk menuju kesempuranaan amaliah.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar bahwa etika, memberikan hukuman kepada beberapa perbuatan bahwa sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, hak atau batil. Hukum ini merata di antara manusia, baik yang tinggi kedudukannya maupun rendah, baik dalam perbuatan yang besar maupun kecil. Diucapkan oleh ahli hukum dalam hukum undang-undang, oleh ahli perusahaan dalam perusahaanya dan di berabgai kesempatan. Bahkan, oleh anak-anak dalam permainan mereka, apakah artinya baik dan buruk dan dengan ukuran apa dapat mengukur perbuatan yang diberi hukuman baik dan buruk.[1]

B.  Moral dan Etika

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak itu adalah hal ihkwal yang melekat pada jiwa Sanubari, macam-macam akhlak ada 2 :
1.      Akhlak Terpuji (Akhlakul Karimah)
2.      Akhlak tercela (Akhlak Madzumamah)
Etika berasal dari bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan, baik kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk, jadi etika dapat diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak. Moral dari bahasa latin yaitu mores yang artinya Jamak, dari Istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan buruk.
Sehingga etika dan moral ini mempunyai karakter yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia yang baik atau yang buruk adapun hubungan akhlak denganilmu lain tauhid adalah hubungan yang bersifat berdekatan. Hubungan akhlak dengan ilmu tasawuf sangat berdekatan yaitu ilmu yang menimbulkan nilai-nilai kejujuran. Kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa keadilan dan lain-lain. Jadi hubungan ilmu tasawuf dengan akhlak dalam islam adalah akhlak itu merupakan pangkal tolak tasawuf. Sedangkan tasawuf esensi dari akhlak itu sendiri. Hubungan akhlak dengan ilmu filsafat adalah dalam ilmu filsafat dibahas hal-hal yang berhubungan dengan akhlak dan dibahas pula tentang tuhan bahkan menjadi cabang Ilmu tersendiri yaitu etika dan moral.
Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu Islam adalah dalam hukum terdapat perintah dan larangan, jika melaksanakan yang diperintahkan berarti dapat dikatakan berakhlak baik begitupun sebaliknya.

B.     Saran
1.     Hendaknya sebagaimana manusia harus bisa menikmati sebaik-baiknya, segala sesuatu yang telah diciptakan dari Allah SWT.
2.      Sebaiknya ilmu Pendidikan yang kita gunakan tidak lepas dari Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Umar Imron, Drs, 1983. Terjemahan Fathul Qorib. Kudus : Menara Kudus
As’ad Aliy, Drs. H., 1979. Fathul Mui’in, Kudus : Menara Kudus
Mudjahit, A.K. MA. Drs. H., 1997. Materi Fiqih Pokok II. Jakarta : Depag
Rasjid, Sulaiman H, 2008. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo


[1] M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006. hlm11-5

Tidak ada komentar: