PENDAHULUAN
Islam
merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan
cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam. Di
Indonesia sejak Islam masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai
macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan
tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami Islam.
PEMBAHASAN
A.
ISLAM
1. Pengertian
Islam
Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami
pengertian agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi
pengertian tentang Islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dan
kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri
masuk dalam kedamaian.
Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan
Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat
sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam
keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan
taat.
Dari pengertian itu, kata Islam dekat arti kata agama
yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
2. Sumber
Ajaran Islam
Di
kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah
Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Alquran dan Al-Sunnah .
a. Alquran
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan. Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan suatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan.
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan. Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan suatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan.
Manna’
al-Qathhthan, secara ringkas mengutip pendapat para ulama pada umumnya yang
menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi yang membacanya. Pengertian yang demikian
senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
Keistimewaan dan kehujjahan al-Qur’an,
diantaranya adalah:
-
Sebagai
mukjizat yang paling besar.
-
Mengandung
segala aspek kehidupan.
-
Mengandung
balaghah bahasa yang tinggi.
-
Mengandung
makna I’jaz dan majaz.
-
Tidak
ada seorang pun yang mampu menandingi kehujahannya.
-
Keharmonisan
struktur redaksi dan maknanya.
-
Sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
-
Kefashihan
lafadz al-Quran, dll.
b. Al-Sunnah
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut
bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut
ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan
dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah
(kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala
bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk,
maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang
mengerjakannya.
Sementara
itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah,
Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah
sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan
persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai
sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada
intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan
dari adanya sebagian ayat Alquran :
- Yang
bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
- Yang
bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
- Yang
bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
- Isyarat
Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat
sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
3. Karakteristik
Ajaran Islam
Selama
ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret yang bagaimanakah yang
kita kenal itu, tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang perlu didiskusikan
lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam potret yang ditampilkan Iqbal
dengan nuansa filosofis dan sufistiknya. Islam yang ditampilkan Fazlur Rahman
bernuansa historis dan filosofis. Demikian juga, Islam yang ditampilkan
pemikir-pemikir dari iran seperti Ali Syari’ati, Sayyed Hussein Nasr, Murthada
Munthahhari.
Pemikiran
para ilmuan Muslim dengan mempergunakan berbagai pendekatan tersebut di atas
kiranya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengenal karakteristik ajaran
Islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu dan lainnya, melainkan lebih
mencari sisi-sisi persamaannya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk
keperluan studi Islam pada khususnya.
a. Dalam
Bidang Agama
Melalui
karyanya berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, Nurcholis Madjid banyak
berbicara karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama. Menurutnya, bahwa
dalam bidang agama Islam mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut
Nurcholis Madjid adalah aturan Tuhan (Sunnah Allah) yang tidak akan berubah,
sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.
Karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.
Karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.
b. Dalam
Bidang Ibadah
Karakteristik
ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah.
Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena didorong
dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.
Visi
Islam tentang ibadah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri
yang sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya
diperintahkan agar beribadah kepada-Nya.
c. Bidang
Akidah
Dalam
Kitab Mu’jam al-Falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah
menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan
tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi
ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan.
Karakteristik
Islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ini adalah bahwa akidah Islam
bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya.
d. Bidang
Ilmu dan Kebudayaan
Karakteristik
Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi
juga selektif. Islam adalah paradigma terbuka. Ia merupakan mata rantai
peradaban duni. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban
Yunani-Romawi di Barat dan peradaban-peradaban Persia, Indi dan Cina di Timur.
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A.Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan, menganalisis dan penyimpulan secara induktif.
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A.Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan, menganalisis dan penyimpulan secara induktif.
e. Bidang
Pendidikan
Islam
memaandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang (education for all),
laki-laki atau perempuan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education).
f. Bidang
Sosial
Ajaran
Islam dalam bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh
bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya
ditujukan untuk kesejahteraan manusia.
Menurut
penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang
menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata
banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.
g. Dalam
Bidang Kehidupan Ekonomi
Karakteristik
ajaran Islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang
kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah
hidup yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat.
Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan
akhirat dicapai dengan dunia. Kita membaca hadis nabi yang diriwayatkan oleh
Ibn Mubarak yang artinya : Bukanlah termasuk orang yang baik di antara kamu
adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan
orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang yang
baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang, karena dunia adalah
alat menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat dikorbankan untuk urusan
dunia.
h. Dalam
Bidang Kesehatan
Ajaran
Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih diutamakan
daripada penyembuhan. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan banyak
petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad Saw. yang pada dasarnya mengerah
pada upaya pencegahan diantaranya. Surat Al-Baqarah , 2:222) yang artinya :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada
orang-orang yang membersihkan diri. Selain itu Surat Al-Mudatsir 74:4-5) yang
artinya : Dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran.
i. Dalam
Bidang Politik
Dalam
Alquran Surat An-Nisa’ ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang
terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara.
Islam menghendaki suatu ketaatan kritis yaitu ketaatan yang didasarkan pada
tolak ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada
tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin
tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau
diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif.
Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pemimpin tersebut, boleh saja
untuk tidak dipatuhi.
j. Dalam
Bidang Pekerjaan
Islam
memandang bahwa kerja sebagai ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar ini maka
kerja yang dikehendaki Islam adalah kerja yang bermutu, terarah pada pengabdian
terhadap Allah Swt, dan kerja yang bermanfaat bagi orang lain.
Untuk menghasilkan produk pekerjaan yang bermutu, Islam memandang kerja yang dilakukan adalah kerja profesional, yaitu kerja yang didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan dan sebagainya.
Untuk menghasilkan produk pekerjaan yang bermutu, Islam memandang kerja yang dilakukan adalah kerja profesional, yaitu kerja yang didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan dan sebagainya.
k. Islam
Sebagai Disiplin Ilmu
Islam
juga telah tampil sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut
peratutan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985, bahwa yang termasuk
disiplin ilmu keislaman adalah Alquran/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam,
Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan Kebudayaan Islam serat
Pendidikan Islam.
Islam
sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek
mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan sebagainya.
B.
AGAMA
Pengertian
agama dari segi bahasa antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution.
Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula
kata din ( ﻴن د) dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.
Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian
Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam =
pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara
turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu
diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya
ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan
agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa
agama berarti tuntunan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi
agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia.[1]
Pada umumnya,
kata “agama” diartikan tidak kacau, yang secara analitis diuraikan
dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama”
berarti “kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan
ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan.[2]
Adapun kata religi
berasal dari bahasa latin. Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata
religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca.
Pengertian itu sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara
mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi
menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti
mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.
Dari beberapa
definisi tersebut, Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung
dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan
yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar
sekali terhadap kehidupan sehari-hari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak
dapat di tangkap oleh pancaindera.[3]
Adapun
pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet
K. Nottinghamdalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama
adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit
membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah.
Selanjutnya
karena demikian banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli, Harun
Nasution mengatakan bahwa dapat diberi definisi sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan ghaib yang harus di patuhi;
2. Pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia;
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk
hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri
manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia;
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib
yang menimbulakan cara hidup tertentu;
5. Suatu sistem tingkah laku (code
of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib;
6. Pengakuan terhadap adanya
kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib;
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang
timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia;
8. Ajaran yang diwariskan Tuhan kepada
manusia melalui seorang rasul.[4]
Dari beberapa definisi di atas, kita dapat menjumpai 4
unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut :
1. Pertama,
unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib.
2. Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan
yang baik dengan kekuatan yang dimaksud.
3. Ketiga,
unsur respon yang bersifat emosional dari manusia.
4.
Keempat, unsur paham adanya yang kudus
(sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang
mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu,
peralatan untuk menyelenggarakan upacara dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai adanya lima aspek yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal-usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardli atau agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci. Keempat, aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi lain. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab suci.
Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun menurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai adanya lima aspek yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal-usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardli atau agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci. Keempat, aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi lain. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab suci.
Pada semua
definisi tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu
kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari
semua definisi yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para
pemikir dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya
Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi
kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Dari sini, kita
bisa menyatakan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak terpisah,
yaitu akidah (kepercayaan hati), syari’at (perintah-perintah dan larangan
Tuhan) dan akhlak (konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat
kepada-Nya). Meskipun demikian, tidak bisa kita pungkiri bahwa asas terpenting
dari sebuah agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang harus disembah.[5]
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis dapat menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Berawal dari sebuah pandangan bahwa ilmu
pengetahuan yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat
sekuler dan cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai
religiusitas dan aspek kesakralannya. Di sisi lain, keilmuan Islam yang
dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada
religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan betapa pentingnya ilmu-ilmu
umum yang dianggap sekuler. Menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk
mempertemukan kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang
dihasilkan bersifat religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian
dikenal dengan istilah "Islamisasi Ilmu Pengetahuan".
Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:
Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:
Setidaknya kita selaku Umat Islam tidak
menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat berbagai
fenomena ilmu pengetahuan.
Kita sebagai umat yang percaya kepada Wahyu Allah yang memberikan landasan berbagai ilmu sehingga tidak terjadi dikotomi dalam ilmu pengetahuan.
Kita sebagai hamba Allah akan semakin dekat kepada-Nya.
Kita sebagai umat yang percaya kepada Wahyu Allah yang memberikan landasan berbagai ilmu sehingga tidak terjadi dikotomi dalam ilmu pengetahuan.
Kita sebagai hamba Allah akan semakin dekat kepada-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:
PT Raja Grfindo Persada, 2004), cet. X.
Al-Jazairi, Abu Bakar, Akidah Mukmin, (Madinah:
Maktabah Al-Ulum wal Hikam, 1995), cet. I.
Harun Nasution, 1985, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar