Senin, 13 Mei 2013

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Tentang Demokrasi, Partai Politik dan Pemilu



PENDAHULUAN

Berkembangnya sistem kepartaian di Indonesia, yang disertai dengan banyaknya berbagai aspirasi-aspirasi dari masyarakat yang tidak dapat dikoordinir dengan baik, dengan sendirinya menyebabkan banyaknya usaha-usaha dari para elite politik yang berkuasa untuk memenuhi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok diatas kepentingan rakyat. Banyaknya kasus KKN yang masih tak terselesaikan di negeri ini salah satunya adalah akibat dari sistem partai politik yang diterapkan di negeri ini dinilai tidak sesuai.
Suatu sistem kepartaian di suatu negara disebut kokoh dan adaptabel, apabila sistem kepartaian tersebut mampu menyatukan berbagai aspirasi menjadi satu kesepakatan bersama yang mengutamakan kepentingan rakyat. Dari sudut pandang ini, jumlah partai sangat menentukan keefektifan partai politik pada suatu negara dalam mengkoordinir berbagai aspirasi yang mengutamakan kepentingan masyarakat banyak atau rakyat. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik




PEMBAHASAN

A.    Pengertian Partai Politik
Pengertian Partai Politik Definisi atau batasan mengenai partai politik jika kita lihat dalam literatur sangat banyak dan beragam. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalahs uatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuannya untuk merebut kedudukan politik dan mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusi guna mengimplementasi kebijakan-kebijakan partainya. Sedangkan jika dilihat berdasar makna etimologisnyapartai politik akan berarti bagian atau belahan atau pecahan.Fungsi Partai Politk Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari sistem politik yangsudah modern atau yang dalam proses modernisasi diri. Sebagai sistem politik, partai politik mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam mewujudkan dasar ideologi bahwa rakyat berhak turut menentukan calom pemimpin yang nantinya menentukan kebijakanumum (publik policy).

B.     Sistem Kepartaian Negara Indonesia
Konsititusi kita (UUD 1945) tidak mengamanatkan secara jelas sistem kepartaian apa yang harus diimplementasikan. Meskipun demikian konstitusi mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multi partai. Pasal tersebut adalah pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dari pasal tersebut tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multi partai karena yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata “gabungan partai poltitik” artinya paling sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untuk mencalonkan presiden untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh partai politik lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik.  
Kenyataanya, Indonesia telah menjalankan sistem multi partai sejak Indonesia mencapai kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No X/1949 merupakan tonggak dilaksanakannya sistem multi partai di Indonesia. Keputusan Wapres ini juga ditujukan untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen (perseorangan). Beberapa partai politik yang mendapatkan suara signifikan pada pemilu pertama antara lain PNI (22,32%), Masyumi (20,92%), NU (18,41%), PKI (16,36%), PSII (2,89%), Parkindo (2,66%), PSI (1,99%), Partai Katolik (2,04%), dan IPKI (1,43%).
Sejak Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggap sebagai penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 1950an - 1960an. Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakan pemerintahan yang stabil adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Pada pemilu pertama di masa Orde Baru, thaun 1971, terdapat 10 partai politik, termasuk partai pemerintah (Golkar) ikut berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 1974 Presiden Suharto melakukan restrukturisasi partai politik, yaitu melakukan penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnya tiga partai politik (Golkar, PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik yang berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). PDI merupakan hasil penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam (PNI, IPKI, Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partai politik bentukan pemerintah Orde Baru.
Meskipun dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesia pada saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistem multi partai, banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistem kepartaian yang dianut pada era Orde Baru adalah sistem partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistem kepartaian era Orde Baru adalah sistem partai dominan. Hal ini dikarenakan kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu. Benar, jika jumlah partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem multi partai. Namun jika dianalisis lebih mendalam ternyata kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilu tidak seimbang. Golkar mendapatkan “privelege” dari pemerintah untuk selalu memenangkan persaingan perebutan kekuasaan.
Gerakan reformasi 1998 membuahkan hasil liberalisasi disemua sektor kehidupan berbangasa dan bernegara, termasuk di bidang politik. Salah satu reformasi dibidang politik adalah memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendirikan partai politik yang dianggap mampu merepresentasikan politik mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Baru dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat. Dari ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999. Pemilu 1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang signifikan dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, P.Golkar, PKB, PPP, dan PAN.
Peserta pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah parpol pemilu 1999, yaitu 24 parpol. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut serta di dalam pemilu 2004 karena pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambang batas (threshold). Ambang batas tersebut di Indonesia dikenal dengan Electoral Threshold. Di dalam UU No 3/1999 tentang Pemilu diatur bahwa partai politik yang berhak untuk mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politik yang mendapatkan sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak mencapai ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnya harus bergabung dengan partai lain atau membentuk partai politik baru.     
Kalau pemilu 1999 hanya menghasilkan lima parpol yang mendapatkan suara signifikan dan mencapai Electoral Threshold (ET). Meskipun persentasi ET dinaikan dari 2% menjadi 3% jumlah kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkan lebih banyak partai politik yang mendapatkan suara signifikan dan lolos ET untuk pemilu 2009. Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang mencapai ambang batas tersebut. Ketujuh partai tersebut adalah P.Golkar, PDI. Perjuangan, PKB, PPP, P.Demokrat, PKS, dan PAN.

C.    Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kepartaian
Klasifikasi sistem kepartaian jika dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis; partai massa dan partai kader. Jika dilihat dari segi sifat dan orientasinya partai politik dibagi dua jenis; partai lindungan dan partai ideologi atau azas. Di dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang ditulis Prof. Miriam Budiardjo sistem klasifikasi kepartaian yang lebih banyak digunakan dalam ranah demokrasi yakni :
1.      Sistem Partai Tunggal
Sistem partai tunggal ini merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya. Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara Afrika (Ghana dimasa Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasan kepartaian dinamakan non-kompetitif oleh karena itu partai-partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu.
Negara yang paling berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet. Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing, ataupun yang ditolerir. Oposisi dianggap sebagai pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan rakyat secara menyeluruh.
Sistem partai tunggal mengandung kelemahan-kelemahan dalam parkteknya antara lain:
1.         Sistem partai tunggal tidak pernah akan menjamin adanya perlindungan terhadap HAM, mengingat didalam sistem ini selalu berbarengan dengan sistem kediktatoran dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada pada satu tangan sehingga pelaksanaan kekuasaannya itu berlaku sewenang-wenang. Kecenderungan lain adalah sistem partai tunggal ini terkadang membawa bencana bagi kelangsungan demokrasi baik bagi rakyat, bangsa, maupun negara. Hal ini bisa dilihat dinegara-negara komunis. Demikian pula halnya sistem partai tunggal yang berdasarkan pada azas fasisme seperti Italia Musolini dan faham Naziisme seperti Jerman Hitler.
2.         Tidak tercapainya perwujudan masyarakat yang sejahtera. Hal ini bisa dilihat pada pemerintahan Khmer Merah Kheu Sampan di Kamboja atau Pemerintahan Mao Tse Tung di Cina dimana rakyat banyak yang sengsara.
3.         Tidak adanya sistem kontrol sosial.
4.         Sistem partai tunggal tidak mengakui doktrin-doktrin politik demokrasi yang berlaku dinegara-negara liberal ataupun negara demokrasi lainnya.
5.         Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya konstitusi yang bersifat filsafat negara demokratik, struktur organisasi negara, perubahan terhadap konstitusi negara dan hak azasi manusia.
6.         Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya kebebasan pers.
7.         Rakyat tidak mempunyai pilihan lain dalam mengemukakan pendapat dan hak-haknya.
2.      Sistem Dwi Partai
Sistem dwi partai atau dua partai merupakan adanya dua partai dalam sebuah negara atau pemerintahan atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Partai-partai ini terbagi kedalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilu).
Sistem dwi partai biasa disebut dengan istilah “a convenient system for contented people” dan memang kenyataannya sistem dwi partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat; komposisi masyarakat adalah homogen, konsesus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah kuat, dan adanya kontinuitas sejarah.
Negara-negara yang menganut sistem dwi partai ini adalah Inggris dengan partai Buruh dan partai konservatifnya, Amerika dengan partai Republik dan partai Demokrat, Jepang, dan Kanada. Sistem dwi partai umumnya diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan distrik (single-member constituency) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem dwi partai ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan partai-partai kecil.
Kelebihan sistem dwi partai ini antara lain:
1.         Dalam sistem distrik suara pemilu yang dihasilkan selalu suara mayoritas,
2.         Terwujudnya stabilitas pemerintahan yang dapat berjalan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditetapkan,
3.         Pergantian pemerintahan dalam sistem ini dengan pemilu sistem distrik cenderung berjalan normal,
4.         Program-program pemerintah dapat berjalan dengan baik,
5.         Adanya keterikatan pada konstitusi negara.
3.      Sistem Multi Partai
Sistem multi partai adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua partai dalam sebuah negara atau pemerintahan. Sistem ini banyak dianut oleh negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dsb. Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada lembaga legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan oleh karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain.


Beberapa kelemahan sistem multi partai ini antara lain:
1.       Pemerintahan selalu dalam keadaan tidak stabil,
2.       Program-program pemerintah kurang berjalan dengan efektif,
3.       Ideologi partai politik tidak lagi melandasi konstitusi negara atau falsafat hidup suatu bangsa, Sistem ini cenderung lamban dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi makro maupun mikro,
4.       Sistem ini mengurangi fungsi nasionalisme dalam suatu negara,
5.       Sistem ini belum pernah melahirkan negara yang super power.
Sedangkan kelebihan dari sistem multi partai adalah:
1.      Setiap individu diberikan kesempatan menjadi pimpinan sebuah partai politik,
2.      Kontrol sosial lebih banyak terjadi dilakukan oleh partai-partai politik,
3.      Sistem ini memberikan alternatif banyak pilihan pada warga Negara pilihan pada warga negara.

D.    Fungsi Partai Politik dalam Negara Demokrasi
Dalam berbagai literatur partai politik mempunyai fungsi sebagais arana komunikasi politik (instrumentof political comunication), sosialisasi politik (instrument of political socialization) rekrutmen politik (selection of leadership), danpengatur konflik (conflict management). Namun fungsi ini akan bergeser maknatergantung pada sistem ideologi politik yang melatarbelakangi rejim yang berkuasa,seperti fungsi partai politik di negara tirani akan berbeda makna dengan fungsi partaipolitik di negara sosial atau kapitalis.Arti dan Fungsi Partai Politik di Indonesia Secara teoritis pengertian partai politik di mana pun sama. Namun dalamprakteknya sering terjadi distorsi karena pengaruh berbagai hal. Di Indonesia misalnya,arti dan fungsi partai politik sedikit bergeser makna. Partai politik bukannya berfungsisebagai sarana penghubung rakyat dengan pemerintah tetapi sebagai sarana berkonflikdengan pemerintah. Di Indonesia setiap terjadi perubahan pemerintah terjadi perbedaaninterpretasi terhadap partai politik. Hal ini lantaran setiap pemerintahan membawa visi, misi dan tujuan yang tidakselalu sama. Karena perbedaan itu sejarah perkembangan partai politik di negara kitadapat dikategorikan menjadi periode masa revolusi atau pada masa pemerintahankolonial, periode Demokrasi Liberal, periode Demokrasi Terpimpin dan periode Demokrasi Pancasila
Fungsi di Negara Demokrasi
Dalam negara demokrasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi antara lain :
1.      Sebagai sarana komunikasi politik
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat bisa diminimalkan.
2.      Sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik memainkan peran dalam membentuk pribadi anggotanya. Sosialisasi yang dimaksudkan adalah partai berusaha menanamkan solidaritas internal partai, mendidik anggotanya, pendukung dan simpatisannya serta bertanggung jawab sebagai warga negara dengan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan bersama.
3.      Sebagai sarana rekruitment politik.
Partai politik mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Cara-cara yang dilakukan oleh partai politik sangat beragam, bisa melalui kontrak pribadi, persuasi atau menarik golongan muda untuk menjadi kader.
4.      Sebagai sarana pengatur konflik.
Partai politik harus berusaha untuk mengatasi dan memikirkan solusi apabila terjadi persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat. Namun, hal ini lebih sering diabaikan dan fungsi-fungsi diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharpakan.
5.      Sebagai sarana partisipasi politik
Partai politik harus selalu aktif mempromosikan dirinya untuk menarik perhatian dan minat warga negara agar bersedia masuk dan aktif sebagai anggota partai tersebut. Partai politik juga melakukan penyaringan-penyaringan terhadap individu-individu baru yang akan masuk kedalamnya.
6.      Sebagai sarana pembuatan kebijakan
Fungsi partai politik sebagai pembuat kebijakan hanya akan efektif jika sebuah partai memegang kekuasaan pemerintahan dan mendominasi lembaga perwakilan rakyat. Dengan memegang kekuasaan, partai politik akan lebih leluasa dalam menempatkan orang-orangnya sebagai eksekutif dalam jabatan yang bersifat politis dan berfungsi sebagai pembuat keputusan dalam tiap-tiap instansi pemerintahan.[[1]]

E.     Sistem Perwakilan dan Pemilu
1.      Pengertian Pemlihan Umum
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas, Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
2.      Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: 
a.       Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
b.      Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
1.      Sistem Perwakilan Distrik
didalam sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
*       firs past the post : sistem yang menggunakan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak.
*       the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan pemenang pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh suara mayoritas.
*       the alternative vote : sama seperti firs past the post bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
*       block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
a.       Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
b.      Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
c.       Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
d.      Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
e.       Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan Sistem Distrik
a.       Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
b.      Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
c.       Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
d.      Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.

2.      Sistem Perwakilan Proporsional
Gagasan pokok sistem Perwakilan Berimbang (Proportional Representation) terletak pada sesuainya jumlah kursi parlemen yang diperoleh suatu golongan atau partai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat. Pada sistem ini negara dibagi dalam beberapa daerah pemilihan yang besar, dan setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Dengan demikian kekuatan suatu partai dalam masyarakat tercermin dalam jumlah kursi yang diperolehnya dalam parlemen, artinya dukungan masyarakat bagi partai itu sesuai atau proporsional dengan jumlah kursi dalam parlemen. Menurut beberapa kalangan Sistem Perwakilan Berimbang memiliki kelebihan, diantaranya :
Dianggap demokratis dan representatif, oleh karena semua aliran yang ada dalam masyarakat terwakili dalam parlemen, sedangkan jumlah wakil dalam badan itu sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat dalam masing-masing daerah pemilihan;
Dianggap lebih adil karena golongan kecil sekalipun mempunyai kesempatan untuk mendudukkan wakil dalam departemen. Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini diharapkan lebih cenderung untuk mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan daerah;
Demikian pula Sistem Perwakilan Berimbang memiliki kekurangan, yakni :
a.       Mempermudah fragmentasi partai dan menimbulkan kecendrungan kuat di kalangan anggota untuk memisahkan diri dari partainya dan membentuk partai baru.
b.      Wakil yang terpilih mersa dirinya lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah yang mewakilinya disebabkan partai lebih menonjol perannya daripada kepribadian seseorang.
c.       Banyaknya partai yang bersaing menyulitkan suatu partai untuk meraih mayoritas (50%+1) yang perlu membentuk suatu pemerintahan. Terpaksa partai terbesar mengusahakan suatu koalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam parlemen. Koalisi semacam ini sering tidak langgeng sehingga tidak membina stabilitas politik.
d.      Biasanya sistem Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain antara lain dengan sistem daftar (List System), yang kemudian dibagi lagi menjadi sistem daftar terbtutup dan sistem daftar terbuka.
e.       Dalam sistem daftar tertutup setiap partai mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih memilih satu partai dengan semua calon yang dicalonkan oleh partai itu, untuk berbagai kursi yang diperebutkan. Kelemahan sistem ini, yakni tidak dikenalnya calon wakil oleh pemilih direvisi oleh sistem daftar terbuka dengan pemilih mencoblos wakilnya secara langsung dari daftar nama calon selain memilih tanda gambar.
Selain itu Kelebihan Proposional Terbuka adalah :
a.       Representatif, dukungan masyarakat tercermin dalam jumlah wakil DPR;
b.      Memberi peluang bagi orang yang disegani di daerah untuk mendapat tempat di DPR;
c.       Anggota DPR akan lebih independen dan kedudukannya dalam hubungan dengan pimpinan partai dan tidak usah terlalu takut akan direcall jika berbeda pendapat dengan pimpinan partai dan pihak lain;
d.      Kedudukan yang lebih kuat dari masing-masing anggota DPR akan dapat meningkatkan kualitas DPR.
Kelebihan Sistem Proposional
a.       Dianggap lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
b.       Setiap suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Kelemahan Sistem Proposional
a.       Berbeda dengan sistem distrik, sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
b.      Wakil rakyat kurang akrab dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
c.       Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
Perbedaan pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

F.     Kelompok Kepentingan dan Penekan
1.      Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan adalah sekelompok manusia yang mengadakan persekutuan yang didorong oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan ini dapat berupa kepentingan umum atau masyarakat luas ataupun kepentingan untuk kelompok tertentu. Contoh persekutuan yang merupakan kelompok kepentingan, yaitu organisasi massa, paguyuban alumni suatu sekolah, kelompok daerah asal, dan paguyuban hobi tertentu.[[2]]
Kelompok kepentingan bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dengan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai didalamnya atau instansi yang berwenang maupun menteri yang berwenang.[[3]]
2.      Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan merupakan sekelompok manusia yang berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang kekuasaan. Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Nasib Petani, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Penolong Korban Gempa. Pada mulanya, kegiatan kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun perkembangan situasi dan kondisi mengubahnya menjadi pressure group.[[4]]




PENUTUP

 Kesimpulan
1.      Negara Indonesia menganut Sistem Kepartaian Multi Partai. Hal ini dapat dilihat dari jumlah partai yang berpartisipasi dalam pemilu berjumlah lebih dari dua partai. Di samping itu diisyaratkan pula pada pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik.  
2.      Dalam sistem kepartaian terdapat 3 jenis :
  1. Sistem Partai Tunggal, yang mana pada sistem ini hanya ada satu partai yang berkuasa pada suatu negara, sehingga tidak ada kompetisi partai dalam negara tersebut. Namun dalam sistem ini partai-partai kecil tidak diberi keleluasaan.
  2. Sistem Dwi Partai, yang mana dalam partai ini hanya terdapat dua partai yang bersaing, sehingga dengan adanya sistem ini cenderung akan menghambat perkembangan partai-partai kecil. Namun di sisi lain program-program pemerintah akan berjalan dengan baik.
  3. Sistem Multi Partai, yang mana pada sistem kepartaian ini terdapat lebih dari tiga partai, sehingga program-program pemerintah cenderung tidak berjalan dengan baik. Namun sistem ini lebihmemberi kesempatan kepada setiap individu untuk menjadi pemimpin.
3.      Indonesia tidak cocok dengan sistem multipartai. Hal itu dikarenakan sistem pemerintahan di Indonesia adalah presidensial. Pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya lebih kuat kedudukan politiknya. Tetapi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, sehingga membuat Presiden menjadi kurang berdaya dalam menata kehidupan berdemokrasi ke arah yang lebih baik.
4.      Ada beberapa alternatif sebagai bentuk upaya penyelesaian masalah yang terjadi di dalam sistem multi partai diantaranya :
a.       Mengubah sistem presidensial menjadi sistem parlemen
b.      Mengubah sistem kepartaian
c.       Mengurangi jumlah partai politik
d.      Melaksanakan pemilu presiden dan legislatif secara bersama-sama
DAFTAR PUSTAKA

Partono. 2010. Sistem Mulati Partai, Presidensial,dan Persoalan Efektivitas Pemerintah . Jakarta.                                                                          
[online] tersedia di : http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/438-sistem-multi-partai-presidensial-dan-persoalan-efektivitas-pemerintah.html
Metrotvnews. 2011. Indonesia Dinilai Tak Cocok dengan Multipartai. Jakarta. [Online] tersedia di:
  http://metrotvnews.com/metromain/newscat/polkam/2011/05/29/53063/Indonesia-Dinilai-Tak-Cocok-dengan-Multipartai.html
TrionoMuhammad. Sistem Kepartaian. Jakarta.
 [online] tersedia di : http://pojokmastri.blogspot.com/2009/04/bahan-ajar-kuliah-pertemuan-ke-7.html
Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Eddi Wibowo dkk.2004.Ilmu Politik Kontemporer.Yogyakarta:YPAPI.
Bambang S dan Sugianto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Surakarta:Penerbit Grahadi.
Larry Diamond, Marc F. Plattner. Nasionalisme, Konflik etnik, dan Demokrasi. 1998. Bandung: ITB dengan bantuan United States Information Service. William Ebenstein, Edwin Fogelman. Isme-Isme Dewasa Ini. 1994. Jakarta: Erlangga. Samuel P. Huntington. Gelombang Demokratisasi Ketiga. 1997. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Jeff Haynes. Democracy and Civil Society In the Third World Politics and New Political Movements, 1997. Robert A Dahl. An Democracy, 1999 Jakarta, 5 Desember 2008 Henry B. Mayo, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 61 Harris, Syamsuddin. 2000. Pemilu 1999 dan Format Baru Politik Indonesia. Dalam “Memastikan Arah Baru Demokratisasi”. Bandung : Mizan. Seri Penerbitan Studi Politik.


[1] Eddi Wibowo dkk.Ilmu Politik Kontemporer.(Yogyakarta:YPAPI,2004) hlm 70-76
[2] Bambang S dan Sugianto.Pendidikan Kewarganegaraan.(Surakarta:Penerbit Grahadi,2007) hlm 176
[3] Eddi Wibowo dkk.Ilmu Politik Kontemporer.(Yogyakarta:YPAPI,2004) hlm 69
[4] Bambang S dan Sugianto, ibid., hlm 177