PENDAHULUAN
Hadits
Nabi saw telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam sebagai sumber
kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan al-Qur’an yang
semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis
serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara
resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian besar hadis Nabi saw
tidaklah diriwayatkan secara mutawatir dan pengkodifikasiannya pun baru
dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani
Umayyah.
Hal
yang disebutkan terakhir, didukung oleh beberapa faktor lainnya, oleh
sekelompok kecil (minoritas) umat Islam dijadikan sebagai alasan untuk menolak
otoritas hadis-hadis Nabi saw sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang
wajib ditaati dan diamalkan. Dalam wacana ilmu hadis, dikenal dangan kelompok
inkar al-sunnah.
Mengesampingkan, apalagi
menafikan kedudukan Sunnah sebagai wahyu, berarti memenggal pilar utama yang
menyangga tegaknya ajaran Islam itu sendiri dan sekaligus menolak fungsi
ke-Nabi-an Muhammad saw.
Dalam hal ini makalah akan
dibahas tentang inkar sunnah, mulai dari pengertian, tokohnya, sejarahnya, dan
sebagainya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inkarussunnah
Kata “Inkar
Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Inkar” dan “Sunnah”. Kata “Inkar”
mempunyai beberapa arti di antaranya: “Tidak mengakui dan tidak menerima baik
di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-irfan,
dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati.[1]
Menurut istilah
ada beberapa definisi Inkar Sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana
pembatasannya di antaranya sebagai berikut:
1.
Paham
yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama Islam kedua setelah Alquran.
2.
Suatu
paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum
Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau secara formal d kodifikasikan
para ulama, baik secara totalitas muttawatir maupun ahad atau
sebagian saja, tanpa ada alasaan yang dapat diterima.[2]
Paham Inkar Sunnah bisa jadi menolak
keseluruhan sunnah baik sunnah muttawatir dan ahad atau menolak
yang ahad saja dan atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah
tidak ddasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh
akal yang sehat, seperti seorang muktahid yang menemukan dalil yang lebih kuat
dar pada hadis yang ia dapatkan, atau hadis itu tidak sampaikepadanya, atau
karena kedhaifannya, atau karena ada tujuan syar’i yang lain, maka tidak
digolongkan Inkar Sunnah.
Inkar as-sunnah
adalah sebuah sikap penolakan
terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi
tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik
sebagian maupun keseluruhannya.
Penyebutan Inkar
as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah.
Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori Inkar
as-sunnah, termasuk di dalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep
berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh
segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut tidak
dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.[3]
B.
Sejarah
Inkar Sunnah
Sejarah
perkembangan Inkar Sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa
modern, diantaranya sebagai berikut:
1. Inkar Sunnah Klasik
Inkar Sunnah
klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (wafat 204 H) yang menolak kehujjahan
sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukkum Islam baik muttawatir
atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As-Sunnah
(pembela Sunah) pernah didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli
tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh sunnah, baik muttawatir maupun
ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara
panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua
argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i
dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia
mengakui dan menerima sunnah Nabi.[4]
Secara garis
besar, Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok pengInkar
sunah yang berhadapan denga Asy-Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
a. Menolak sunnah secara keseluruhan,
golongan ini hanya mengakui Alquran saja yang dapat dijadikan hujjah.
b. Tidak menerima sunnah kecuali yang
semakna dengan Alquran.
c. Hanya menerima sunnahmuttawatir
seja dan menolak selain muttawatir yakni sunnah ahad.[5]
Kesimpulannya, Inkar
sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh
sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte-sekte dalam Islam, kemudian
diikuti oleh para pendukungnya, dengan cara saling mencari para sahabat dan
melemparkan hadis palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan
karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun,
mereka berbeda dalam memberikan kriteria peresyaratan kualitas sunnah. Inkar
sunnah klasik hanya terdapat di Bahrah Irak karena ketidaktahuannya tentang
kedudukan sunnah dalam syari’ah Islam, tetapi setelah diberikan penjelasan
akhirnya menerima kehujahannya.[6]
2. Inkar Sunnah Modern
Sebagaimana
pembahasan di atas, bahwa Inkar Sunnah Klasik lahir di Irak (kurang lebih abad
2 H/7 M), kemudian menetas kembali pada abad modern di India (kurang lebih abad
19 M/ 13 H), setelah hilang dari peredarannya kurang lebih 11 abad. Baru muncul
Inkar sunnah di Mesir (pada abad 20 M).
Sebab utama
pada awal timbulnya Inkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme
yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama di India
setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Inggris 1857 M. Berbagai
usaha-usaha yang dilakukan kolonial untuk perdangkalan ilmu agama dan umum,
penyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka
terhadap teori-teori Barat untuk memberikan interpretasi hakekat Islam. Seperti
yang dilakukan oleh Ciragih Ali, Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadliyani dan
tokoh-tokoh lain yang menghindari hadis-hadis jihad dengan pedang, dengan cara
mencela-cela hadis tersebut. Di samping ada usaha dari pihak umat Islam
menyatukan berbagai Mazhab hukum Islam, Syafi’i, Hanbali, Hanafi, dan Maliki ke
dalam satu bendera yaitu Islam, akan tetapi pengetahuan keislaman mereka kurang
mendalam.
Kemudian
jika kelompok Inkar Sunnah abad klasik sulit untuk diidentifikasi, maka
kelompok Inkar Sunnah abad modern terutama tokoh-tokohnya dapat diketahui
dengan jelas dan pasti, seperti yang ditampilkan oleh Irsyadunnas dalam
tulisannya: Inkar Al-Sunnah; sejarah kemunculan dan perkembangannya, yaitu:
a. Taufiq
Shidqi ( w. 1920 m
Tokoh
ini berasal dari Mesir, dia menolak hadits Nabi SAW, dan menyatakan bahwa
al-Qur'an adalah satu-satunya sumber ajaran Islam. Menurutnya "al-Islam
huwa al-Qur'an" (Islam itu adalah al-Qur'an itu sendiri). Dia juga
menyatakan bahwa tidak ada satu pun Hadits Nabi saw yang dicatat pada masa
beliau masih hidup, dan baru di catat jauh hari setelah Nabi wafat. Karena itu
menurutnya, memberikan peluang yang lebar kepada manusia untuk merusak dan
mengada-ngadakan Hadits sebagaimana yang sempat terjadi. Namun ketika memasuki
dunia senja, tokoh ini meninggalkan pandangannya dan kembali menerima otoritas
kehujjahan hadits Nabi SAW.
b. Rasyad
Khalifa
Dia
adalah seorang tokoh Inkar Sunnah yang berasal dari Mesir kemudian menetap di
Amerika. Dia hanya mengakui al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber ajaran Islam
yang berakibat pada penolakannya terhadap hadits Nabi SAW.
c. Ghulam
Ahmad Parwes
Tokoh
ini berasal dari India, dan juga pengikut setia Taupiq Shidqi. Pendapatnya yang
terkenal adalah: bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para
pemimpin umat untuk menentukannya secara musyawarah, sesuai dengan tuntunan dan
situasi masyarakat. Jadi menurut kelompok ini tidak perlu ada hadits Nabi SAW.
Anjuran taat kepada Rasul mereka pahami sebagai taat kepada sistem/ide yang
telah dipraktekkan oleh Nabi SAW, bukan kepada Sunnah secara harfiah. Sebab
kata mereka, Sunnah itu tidak kekal, yang kekal itu sistem yang terkandung di
dalam ajaran Islam.
d. Kasim
Ahmad
Tokoh
ini berasal dari Malaysia, dan seorang pengagum Rasyad Khalifa, karena itu
pandangan-pandangnnya pun tentang hadits Nabi SAW sejalan dengan tokoh yang dia
kagumi. Lewat bukunya, "Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semua", Kasim
Ahmad menyeru Umat Islam agar meninggalkan hadits Nabi SAW, karena menurut
penilaianya hadits Nabi SAW tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan
dengan Hadits Nabi saw. Lebih lanjut dia mengatakan "bahwa hadits Nabi SAW
merupakan sumber utama penyebab terjadinya perpecahan umat Islam; kitab-kitab
hadits yang terkenal seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah
kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang berkualitas dhaif dan maudhu',
dan juga hadits yang termuat dalam kitab-kitab tersebut banyak bertentangan
dengan al-Qur'an dan logika.
e. Tokoh-tokoh
Inkar Sunnah asal Indonesia
Tokoh Inkar Sunnah yang berasal dari Indonesia adalah
Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad. Sekitar tahun 1983 an tokoh
ini sempat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi dikarenakan
pandangan-pandangan mereka terhadap al-Hadits. Untuk menanggulangi keresahan,
maka keluarlah "Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep. 169/J. A/1983
tertanggal 30 September 1983" yang berisi larangan terhadap aliran Inkar
Sunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
C.
Pokok-Pokok Ajaran Inkar Sunnah
Di antara ajaran-ajaran pokoknya
adalah sebagai berikut:
§ Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah.
Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
§ Dasar hukum Islam hanya Alquran
saja.
§ Syahadat mereka; Isyhadu bi anna
muslimin.
§ Shalat mereka bermacam-macam, ada
yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya elling saja (ingat).
§ Puasa wajib hanya bagi orang yang
melihat bulan saja, kalu seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang
wajib berpuasa.
§ Haji boleh dilakukan selama 4 bulan
haram yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan Zulhijjah.
§ Pakaian ihram adalah pakaian Arab
dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana
panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
§ Rasul tetap diutus sampai hari
kiamat.
§ Nabi Muhammad tidak berhak
menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi Alquran).
§ Pengajian-pengajian
inkar sunnah di Jakarta membuat semua shalat dua rokaat tanpa adzan dan iqomat.
§ Orang yang meninggal dunia tidak
dishalati karena tidak ada perintah Alquran.
Demikian di antara ajaran pokok Inkar
sunnah yang intinya menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya
menerima Alquran saja secara terpotong-potong.[7]
D.
Sebab
Peng-Inkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat
dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengInkaran
sunnah dikalangan umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengInkaran
tersebut, diantaranya:
1.
Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang
Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya
secara keseluruhan, demikian menurut Imam Syafi'i.
2.
Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang
bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi
penelitian hadits, dan sebagainya.
3.
Keraguan yang berhubungan dengan metodologi
kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan
atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
4.
Keyakinan dan kepercayaan mereka yang
mendalam kepada al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
5.
Keinginan untuk memahami Islam secara
langsung dari al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan
melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang
memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh
keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu,
khususnya yang berkaiatan dengan hadits Nabi SAW.
6.
Adanya statement al-Qur'an yang menyatakan
bahwa al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran
Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama
antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi SAW (wafatnya beliau).
E.
Argumentasi
dan Bantahan Para Ulama Terhadap Inkarussunnah
1.
Argumentasi Inkarussunnah
a. Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus
dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai
Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Sementara apabila agama Islam
itu bersumber dari hadis –khususnya hadis Ahad- bersifat dhanni (dugaan
yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama
Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran Islam akan bersifat
ketidakpastian.[8]
b. Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada
dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan
berarti kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang
membahas segala hal secara tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak
mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh
Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[9]
c. Al-Quran Tidak Memerlukan
Penjelas

Artinya:

![]() |
Artinya ” Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku
cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridloi Islam itu sebagai agamamu. (Q.S. Al-Maidah: 3)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh
para pengingat Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah
cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah
orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu
Rayyah.[10]
2. Bantahan
Ulama
Abd Allah bin
Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk
orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
“Jika kamu
bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu,
berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah
menetapkan untuk mentaati Rsul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk
menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Allah telah membuat semua
manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan
memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai
tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah,
baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman
Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam
maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh
yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah shalat.
Tegasnya setiap
agian Sunnah Rasul SAW. Berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah
yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran. Siapa saja yang bersedia menerima apa
yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menrima petunjuk-petunjuk
Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk selalu taat dan
setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk
kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya.
Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada
sumber yang sama (yaitu Allah SWT). Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak
atau mengInkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-ketentuan
Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan
mengikuti sunnah Rasulullah SAW.[11]
F.
Kelemahan
Inkar Sunnah menurut Ahlu Sunnah
Meski
faham Inkar Sunnah memiliki daras-dasar tersendiri dalam menguatkan argumentnya
tentang penentangan dirinya terhadap hadits namun menurut ahlu sunnah faham ini
memiliki kelemahan-kelamahan, yaitu:
1.
Ahlu Sunnah selalu eksis sejak masa Nabi dan
sahabat hingga sekarang. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa
terputus sedetik pun, senantiasa bersambung. Dan, insya Allah hingga Hari
Kiamat kelak. Sedangkan Inkar Sunnah baru eksis 1200 tahun setelah wafatnya
Nabi.
2.
Ahlu Sunnah selalu dapat mengalahkan
argumentasi orang yang mengInkari Sunnah pada dua abad pertama paska wafatnya
Nabi ketika secara personal mereka pernah ada. Sedangkan Orang yang mengInkari
Sunnah selalu kalah jika berhadapan dengan para ulama Ahlu Sunnah ketika itu.
3.
Ahlu
Sunnah mempunyai khazanah keilmuan yang sangat melimpah dalam berbagai disiplin
ilmu; Al-Qur'an dan ilmu-ilmu Al-Qur'an, tafsir Al-Qur'an, kitab-kitab hadits
dan ilmu-ilmu hadits, fikih dan ushul fikih, sejarah Islam dan madzhab-madzhab
dalam Islam, dan lain-lain. Semuanya penuh dengan hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan Inkar Sunnah sama sekali tidak memiliki
kekayaan intelektual sebagaimana Ahlu Sunnah.
4.
Setiap abad, setiap masa, dan setiap saat,
selalu saja ada tokoh ulama Ahlu Sunnah dan para imam yang mengemuka. Nama-nama
mereka tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam, terutama dalam literatur
biografi yang menyebutkan berbagai kelebihan dan sumbangsih mereka dalam
menegakkan agama Islam. Sedangkan Inkar Sunnah tidak memiliki tokoh-tokoh
seperti Ahlu Sunnah, kecuali setelah abad delapan belas Masehi. Itu pun
tercatat dengan noda merah. Banyak di antara tokoh inkar Sunnah yang hidupnya
berakhir dengan mengenaskan, setimpal dengan dosa-dosanya.
5.
Ahlu Sunnah, baik ulamanya ataupun umat Islam
secara umum, banyak terlibat dalam perjuangan melawan musuh-musuh Islam.
Kemenangan-demi kemenangan pasukan kaum muslimin atas musuh-musuhnya tercatat
dengan indah dalam sejarah.sedangkan Adapun inkar Sunnah, justru tercatat
sebagai orang-orang atau kelompok yang diperangi oleh kaum muslimin. Mereka
adalah 'pe-er' bagi umat Islam. Mereka adalah musuh dalam selimut.
6.
Para khalifah, sejak masa Khulafa'ur
rassyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Daulah Utsmaniyah, adalah
orang-orang yang memegang teguh memegang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, sedangkan
Inkar Sunnah tidak memiliki peran apa pun dalam pemerintahan Islam. Tidak ada
satu pun khalifah dalam sejarah Islam yang berpaham inkar Sunnah.
PENUTUP
Kesimpulan
Kata
Inkar Sunnah terdiri dari dua kata Inkar dan Sunnah. Inkar mempuyai beberapa
arti di antaranya : tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di
hati, bodoh atau tidak menegetahui sesuatu.
Adapun
sejarah perkembangan Inkar Sunnah terdiri dua macam di antaranya sebagai
berikut:
- Inkar Sunnah Klasik
- Inkar Sunnah Modern
Abd.
Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang mengInkari sunnah tidak
termasuk orang yang beriman bahkan dia termasuk orang yang kafir. Dan Allah SWT
menetapkan bahwa barang siapa pun yang menentang perintah Rasul berarti dia
juga menetang perintah-Ku karena Rasul merupakan seorang manusia yang di utus
oleh Allah untuk membuat manusia beriman kepada-Nya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Faham
inkar sunnah adalah paham yang mengInkari keberadaan hadits-hadits Rasulullah
SAW .
2. Inkar
sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah wafatnya
Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah golongan
Khawarij, golongan Mu'tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada zaman modern
tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari Mesir,
Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari Mesir,Kasim Ahmad dari
Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu Abdul Rahman, Moh. Irham,
Sutarto, dan Lukman Saad.
3. Sebab
peng-Inkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a.
Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang
Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya
secara keseluruhan.
b.
Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang
bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi
penelitian hadits, dan sebagainya.
c.
Keraguan yang berhubungan dengan metodologi
kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan
atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d.
Keyakinan dan kepercayaan mereka yang
mendalam kepada al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e.
Keinginan untuk memahami Islam secara
langsung dari al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan
melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang
memiliki karakteristik tersendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Majid Khon. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara.
Agus
Solahudin. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pusataka Setia.
M.
Noor. Sulaiman.2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press.
Irsyadunnas, Inkar Al-Sunnah. 2003. Sejarah Kemunculan dan Perkembangan- nya,
Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan Hadits.
Ismail, Syuhudi.1995.Hadits Nabi Menurut Pembela, PengInkar dan
Pemalsunya, Jakarta:Gema Insani Press.
Azami, Muhammad Mustafa. 2000. Hadits Nabawiyah dan Sejarah Kodifikasinya,
Jakarta:Pustaka Pirdaus.
[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 27
[2] Ibid, hal 28-29
[3] Agus Solahudin, Ulumul Hadis,
Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 207
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 30
[5] Ibid, hlm 31-32
[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 33-34
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 35-36
[8] Agus Solahudin, Ulumul Hadis,
Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 219-220
[9] Agus Solahudin, Ulumul Hadis,
Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 220-221
[10] Ibid, hlm 221
[11] M. Noor. Sulaiman, Antologi
Ilmu Hadits, Gaung Persada Press, Jakarta, hlm 206-211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar