BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam
menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa terkagum atas
apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh
panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatassannya. Dalam situsi itu banyak
yang berpaling kepada agama atau kepercayaan ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak
menahan manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa
sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses
mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses
itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya
dapat dipertanggungjawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh
sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita sebut
sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran,
fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu memifikrkan
dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban
mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar meneganai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi
manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Meski
bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya
masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa
kriteria suatu pemikiran masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa
itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa
memvonisnya,karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru itulah mengapa filsafat begitu layak untuk dikaji demi
mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
Di dalam bab selanjutnya akan
dijelaskan mengenai perkembangan filsafat yaitu Filsafat Yunani Kuno Pra
Socrates.
2. Tujuan
a. Untuk melengkapi tugas mata kulaih
Filsafat Umum
b. Untuk memahami lebih dalam lagi akan arti
filsafat dan sejarah perkembangannya
c.
Sebagai
bahan diskusi
.
3. Metode Penulisan
Kali ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan pada
penelitian ini adalah Studi Pustaka. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku
yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
4. Rumusan Masalah
a.
Definisi
Filsafat
b. Masa
Pemikiran Filsafat Pra Socrates
c.
Beberapa
Tokoh Filsafat Yunani pada zaman Pra Socrates
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi Filsafat
Secara
etimologis kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia,
Philosophia terdiri dari dua kata, yaitu philein yang berarti mencintai atau philia yang berarti
cinta serta sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan. Dari bahasa Yunani
ini melahirkan kata dalam bahasa Inggris philosophy yang diterjemahkan sebagai
cinta kearifan/kebijaksanaan. Cinta dapat diartikan sebagai suatu dinamika yang
menggerakan subjek untuk bersatu dengan objeknya dalam arti dipengaruhi dan
diliputi objeknya. Sedangkan kearifan atau kebijaksanaan dapat diartikan
ketepatan bertindak. Dalam bahasa Inggris dapat ditemukan kata policy dan
wisdom untuk menyebut kebijaksanaan. Namun yang sering dipergunakan dalam
filsafat adalah kata wisdom dan lebih ditujukan pada pengertian kearifan.
2.
Masa Pemikiran Filsafat Pra Socrates
Filsafat Pra
Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng
atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal
segala sesuatu. Baik dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang
disebut orang bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam
semesta beserta isinya tersebut. Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal
dari bahasa Yunani yaitu philosophia artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki
tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng
atau. mite-mite yang diterima dari agama.
Pemikiran
filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia maupun
manusia yang menyebablan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau
mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan
akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite
tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surga,
mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa “pelangi adalah awan” dan pendapat
Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan (pendapat ini
adalah pendapat pemikir yang menggunakan akal). Dimana pendekatan yang rasional
demikian menghasilkan suatu pendapat yang dikontrol, dapat diteliti oleh akal
dan dapat diperdebatkan kebenarannya. Para pemikir filsafat yang pertama hidup
dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut pemikiran
mereka disimpulkan dari potongan-potongan yang diberitakan oleh manusia
dikemudian hari atau zaman. Dan dapat dikatakan bahwa mereka adalah
filsafat alam artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh
keselarasan yang menja disasaran para ahli filsafat teresbut (obyek
pemikirannya adalah alam semesta).
Tujuan filosofi mereka adalah memikirkan soal alam besar dari mana
terjadinya alam itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran
yang demikian itu merupakan pemikiran yang sangat majuu, rasioanl dan radikal.
Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti
apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh.
Sedang dilain pihak orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam
dari cerita nenek moyang.
3.
Beberapa Tokoh Filsafat Yunani pada Zaman Pra
Socrates
Filosuf yang hidup pada masa
pra Socrates disebut para filosuf alam karena objek yang mereka jadikan pokok
persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah kenyataan hidup
dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian mereka mengarah kepada apa yang dapat
diamati.[[1]]
a.
Thales (625-545 SM)

Ada yang mengatakan bahwa Thales mempergunakan
kepintarannya itu sebagai ahli nujum. Karena pada suatu waktu ia pernah
meramalkan aka nada gerhana matahari pada bulan itu dan tahun itu dan ramalan
itu benar.
Hal itu menyatakan bahwa ia mengetahui ilmu
matematik orang Babilonia yang sangat tersohor pada waktu itu.
Dengan jalan
berfikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa mengikat
perhatian; apa asal alam itu? Apa yang menjadi sebab penghabisan dari segala
yang ada? Berdasarkan pengalamannya sehari-hari dijadikanlah pikirannya untuk
menyusun bangun alam sebagai orang pesisir ia dapat melihat bahwa air laut
menjadi smber hidup.
Thales pula
kemegahan air laut yang menjadikan ia takjub. Demikianlah laut meyebarkan bibit
seluruh dunia yang menjadi dasar penghidupan. Pandangan pikirannya menyatukan
semua pada air.
Bagi Thales, air
adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi juga akhir
dari segala yang ada yang jadi itu. Di awal air di ujung air. Air sebab yang
penghabisan ! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula
isi. Atau dengan kata lain, filosofi air adalah substrat ( bingkai ) dan
substansi ( isi ) kedua-duanya.[[3]]
b.
Anaximandros
(610-547 SM)

Anaximandros adalah salah satu
dari murid Thales. Ia lebih muda lima belas tahun dari Thales, tapi meninggal
dua tahun lebih dulu dari Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi
dan ilmu bumi.
Sebagai filosuf ia lebih besar
dari gurunya. Oleh karena itu, meskipun ia murid Thales, namun mempunyai
prinsip dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari
jenis benda alam seperti air sebagaimana yang dikatakan gurunya. Prinsip dasar
alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia
disebut Apeiron.
Apeiron adalah zat yang tak terhitung dan tak terbatas dan tidak
dapat dirupakan, tak ada persamannya dengan apapun. Segala yang kelihatan itu,
yang dapat ditentukan rupanya dengan panca indera kita, adalah barang yang
mempunyai akhir, yang berhingga. Sebab itu barang asal, yang tiada berhingga,
dan tiada berkeputusan, mustahil salah satu dari barang yang berakir itu.
Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh
yang dingin. Dimana bermula yang dingin, disana berakhir yang panas. Yang cair
dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang
berbatas itu akan dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan.
Segala yang tampak dan terasa, segala yang dapat ditentukan rupanya
dengan panca indera kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul ( jadi ),
hidup, mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa,
yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair menjadi
beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari ada Apeiron dan kembali
pula kepada Apeiron.
Demikianlah kesimpulan hukum
dunia menurut pandangan Anaximandros. Disitu tampak kelebihannya
daripada gurunya.[[4]]
c.
Anaximenes
(585-494 SM)

Pandangan filsafatnya tentang
kejadian alam ini sama dasarnya dengan pandangan gurunya. Ia mengajarkan bahwa
barang yang asal itu satu dan tidak berhingga. Hanya saja ia tidak dapat
menerima ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tak ada persamaannya
dengan barang yang lain dan tak dapat dirupakan. Baginya yang asal itu mestilah
satu dari yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu ialah udara. Udara
itulah yang satu dan tidak berhingga.
Thales mengatakan air asal dan
kesudahan dari segala-galanya. Anaximenes mengatakan udara. Udara yang memalut
dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tak ada udara itu, tak ada
yang hidup. Pikirannya ke sana barangkali terpengaruh oleh ajaran Anaximandros,
bahwa “ Jiwa itu serupa dengan udara.” Sebagai kesimpulan ajarannya dikatakan:
“Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita,
demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu”.
d.
Pythagoras (572 – 497 SM )

Menurut kepercayaan Pythagoras manusia asalnya tuhan jiwa itu adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa dan dia akan kembali kelangit kedalam lingkungan tuhban bermula, apabila sudah habis dicuci dosanya itu, hidup didunia ini adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu semula dari sini dikerjakan hidup untuk hari kemudian.
Pythagoras tersebut juga sebagai ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik dan ilmu berhitung. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-angka. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat hubungannya dengan dunia bentuk. Dari sini dapat dilihat kecakapannya dia dalam matematik mempengaruhi terhadap pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia melihat dari angka-angka dan merupakan paduan dari unsur angka.
e.
Heraklitos (535-475 SM)

Ia lahir dikota Ephesos diasi
minor, ia mempunyai pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia
menyatakan bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasemata-mat tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof Miletos.
Segala kejadian didunia ini
serupa dengan api yang tidak putusnya dengan bergantu-ganti memakan dan
menghidupi dirinya sendiri segala permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala
hidup mula dari pada matinya. Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya
mengalir.
Tidak sulit untuk mengerti apa
sebab Heraklitos memilih api. Nyala api senantiasa memakan bahan bakar yang
baru dan bahan bakar itu dan berubah menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api
cocok sekali untuk melambangkan suatu kesatuan dalam perubahan.
f.
Parmenides (540-475 SM)

Yang ada (being) itu ada, yang
ada tidak dapat hilang menjadi tidak ada, dan yang tidak ada adalah tidak ada,
sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja,
yang tidak ada tidak dapat dipikirkan.
Jadi, yang ada (being) itu
satu, umum, tetap dan tidak dapat dibagi-bagi. Karena membagi yang ada akan
menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin. Yang ada
tidak dijadikan dan tidak dapat musnah. Tidak ada kekuatan apapun yang dapat
menandingi yang ada. Tidak adaaaaaa sesuatu pun yang sapat ditambahkan atau
mengurangi terhadap yang ada. Kesempurnaan yang ada digambarkan, sebuah bola
yang jaraknya dari pusat kepermukaan semuannya sama. Yang ada di segala tempat,
oleh karananya tidak ada ruangan yang kosong, maka di luara yang ada masih ada
sesuatu yang lain.
g.
Leukippos ( 540 SM)

Seperto Parmenides, ia
menyatakan tidak mungkin ada penciptaan dan pemusnahan mutlak, akan tetapi ia
tidak ingin menolak kenyataan banyak, bergerak, lahir ke dunia dan menghilang
yang tampak pada segala sesuatu. Banyak, gerak, lahir dan hilang tidak mungkin
kita paham tanpa adanya tidak ada (non-being), dalam hal ini ia selendapat
dengan Parmenides, namun ia menambahka bahwa tidak ada (non-being) mempunyai
arti pula sebagaimana ada (being). Being berarti pemenuhan ruang, berarti pula penuh, non-being berarti
kekosongan.
h.
Demokritos ( 460-360 SM)

Demokritos adalah murid
Leukippos, dan sama dengan pendapat gurunya bahwa alam ini terdiri dari
atom-atom yang bergerak-gerak tanpa akhir, dan jumlahnya sangat banyak. Dan ia sependapat dengan Heraklitos, bahwa
anasir pertama adalah api. Api
terdiri dari atom yang sangat halus, licin dan bulat. Atom apilah yang menjadi
dasar dalam segala yang hidup. Atom api adalah jiwa.
Jiwa itu tersebar keseluruh
badan kita, yang menyebabkan badan kita bergerak. Waktu bernafas kita tolak ia
keluar. Kita hidup hanya selama kita bernafas. Demikianlah Demokratis
menjadikan atom sebagai asas hidup penglihatan, perasaan dan pendengaran,
semuanya timbul dari gerak atom.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para filosof pada masa pra Socrates di
antaranya adalah Thales, Anaximandros, Anaximenes, Pythagoras, Heraklitos,
Parmenides, Leukippos dan Demokratis merupakan filosof yang tidak mempercayai
cerita-cerita tentang keadaan alam begitu saja tanpa mempersoalkannya lebih
jauh. Mereka tidak sama dengan kebanyakan orang pada saat itu yang hanya
menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang ditangkap oleh inderanya dan
cukup puas walau hanya menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita
nenk moyang tau legenda pada saat itu.
Thales merupakan salah satu dari filosuf
alam yang memiliki pemikiran bahwa “Semuanya itu air”, dari pemikiran yang
diungkapannya itu tersimpul dengan sengaja atau tidak. Suatu pandangan yang
dalam, yaitu bahwa “Semuanya itu satu”. Selain itu, Anaximandros salah satu
dari murid Thales juga mengungkapkan pemikirannya yang ia dapat bahwa prinsip
dasar alam memang satu, akan tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air
sebagaimana yang dikatakan oleh gurunya. Prinsip dasar haruslah dari jenis yang
tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut apeiron.
Meskipun
mereka berdua seorang filosuf dan memiliki hubungan yaitu guru dengan murid
namun dalam segi pemikiran mereka berbeda. Para
filosuf tidak begitu saja mempercayai pemikiran atau cerita, meskipun orang
terdekat mereka yang mengemukakan, apalagi itu tentang keadaan alam. Mereka
lebih berusaha untuk mendapatkan keterangan tentang inti dasar alam itu sendiri
dari daya pikirnya sendiri. Seperti Thales dan Anaximandros begitu juga dengan
filosuf lainnya. Maka mereka pantas mendapat sebutan sebagai pemikir yang
radikal, karena pemikiran mereka begitu mendalam hingga ke akar-akarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hatta
Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta
: UI Press, 1986
Bertrens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta : Penerbit Kanisius , 1984
Hadiwijono Dr. Harun,
Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta : Kanisius, 1980
Tafsir
Dr. Ahmad, Filsafat Umum, cet. 3, Bandung
: Remaja Rosdakarya, 1994
[1]
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah
Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisius: Yogyakarta,
1980, hal. 16
[2] Bertrens, Sejarah Filsafat Yunani, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1984, hal 33
[3]
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 8.
[4]
Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, cet. 3, Bandung, Remaja Rosdakarya,
1994, hlm. 41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar