PENDAHULUAN
Berkembangnya sistem kepartaian di Indonesia,
yang disertai dengan banyaknya berbagai aspirasi-aspirasi dari masyarakat yang
tidak dapat dikoordinir dengan baik, dengan sendirinya menyebabkan banyaknya
usaha-usaha dari para elite politik yang berkuasa untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok diatas kepentingan rakyat.
Banyaknya kasus KKN yang masih tak terselesaikan di negeri ini salah satunya
adalah akibat dari sistem partai politik yang diterapkan di negeri ini dinilai
tidak sesuai.
Suatu sistem kepartaian di suatu negara disebut
kokoh dan adaptabel, apabila sistem kepartaian tersebut mampu menyatukan
berbagai aspirasi menjadi satu kesepakatan bersama yang mengutamakan
kepentingan rakyat. Dari sudut pandang ini, jumlah partai sangat menentukan
keefektifan partai politik pada suatu negara dalam mengkoordinir berbagai
aspirasi yang mengutamakan kepentingan masyarakat banyak atau rakyat. Sistem
kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.
Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat
mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua,
mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi,
yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem
politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan
organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik
PEMBAHASAN
A. Pengertian Partai Politik
Pengertian
Partai Politik Definisi atau batasan mengenai partai politik jika kita lihat
dalam literatur sangat banyak dan beragam. Tetapi secara umum dapat dikatakan
bahwa partai politik adalahs uatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuannya
untuk merebut kedudukan politik dan mendapatkan kekuasaan politik dengan cara
konstitusi guna mengimplementasi kebijakan-kebijakan partainya. Sedangkan jika
dilihat berdasar makna etimologisnyapartai politik akan berarti bagian atau
belahan atau pecahan.Fungsi Partai Politk Partai politik umumnya dianggap
sebagai manifestasi dari sistem politik yangsudah modern atau yang dalam proses
modernisasi diri. Sebagai sistem politik, partai politik mempunyai fungsi yang
sangat strategis dalam mewujudkan dasar ideologi bahwa rakyat berhak turut
menentukan calom pemimpin yang nantinya menentukan kebijakanumum (publik
policy).
B. Sistem Kepartaian Negara
Indonesia
Konsititusi
kita (UUD 1945) tidak mengamanatkan secara jelas sistem kepartaian apa yang
harus diimplementasikan. Meskipun demikian konstitusi mengisyaratkan bahwa
bangsa Indonesia menerapkan sistem multi partai. Pasal tersebut adalah pasal 6A
(2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasangan Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dari pasal tersebut
tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multi partai karena yang berhak
mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik
atau gabungan partai politik. Kata “gabungan partai poltitik” artinya paling
sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untuk mencalonkan presiden
untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh partai politik lain.
Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilu presiden dan wakil presiden
paling sedikit terdapat tiga partai politik.
Kenyataanya,
Indonesia telah menjalankan sistem multi partai sejak Indonesia mencapai
kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No X/1949 merupakan
tonggak dilaksanakannya sistem multi partai di Indonesia. Keputusan Wapres ini
juga ditujukan untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang pertama pada
tahun 1955. Pada pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai politik dan juga
peserta independen (perseorangan). Beberapa partai politik yang mendapatkan
suara signifikan pada pemilu pertama antara lain PNI (22,32%), Masyumi
(20,92%), NU (18,41%), PKI (16,36%), PSII (2,89%), Parkindo (2,66%), PSI
(1,99%), Partai Katolik (2,04%), dan IPKI (1,43%).
Sejak
Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggap sebagai
penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 1950an - 1960an.
Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakan pemerintahan yang stabil
adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Pada pemilu pertama di masa
Orde Baru, thaun 1971, terdapat 10 partai politik, termasuk partai pemerintah
(Golkar) ikut berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 1974 Presiden
Suharto melakukan restrukturisasi partai politik, yaitu melakukan
penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari
restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnya tiga partai politik
(Golkar, PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik
yang berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). PDI merupakan hasil
penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam (PNI, IPKI,
Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partai politik bentukan pemerintah
Orde Baru.
Meskipun
dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesia pada saat itu,
Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistem multi partai,
banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistem kepartaian yang dianut pada
era Orde Baru adalah sistem partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistem
kepartaian era Orde Baru adalah sistem partai dominan. Hal ini dikarenakan
kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu. Benar, jika
jumlah partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehingga dapat
dikategorikan sebagai sistem multi partai. Namun jika dianalisis lebih mendalam
ternyata kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilu tidak
seimbang. Golkar mendapatkan “privelege” dari pemerintah untuk selalu
memenangkan persaingan perebutan kekuasaan.
Gerakan
reformasi 1998 membuahkan hasil liberalisasi disemua sektor kehidupan
berbangasa dan bernegara, termasuk di bidang politik. Salah satu reformasi
dibidang politik adalah memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendirikan
partai politik yang dianggap mampu merepresentasikan politik mereka.
Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Baru dinilai
tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Hasilnya tidak
kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat. Dari ratusan parpol
tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999. Pemilu 1999
menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang signifikan
dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, P.Golkar, PKB, PPP, dan PAN.
Peserta
pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah parpol pemilu 1999, yaitu 24
parpol. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut serta di dalam pemilu 2004 karena
pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambang batas (threshold). Ambang
batas tersebut di Indonesia dikenal dengan Electoral Threshold. Di dalam
UU No 3/1999 tentang Pemilu diatur bahwa partai politik yang berhak untuk
mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politik yang mendapatkan
sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak mencapai
ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnya harus bergabung dengan
partai lain atau membentuk partai politik baru.
Kalau
pemilu 1999 hanya menghasilkan lima parpol yang mendapatkan suara signifikan
dan mencapai Electoral Threshold (ET). Meskipun persentasi ET dinaikan
dari 2% menjadi 3% jumlah kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkan lebih banyak
partai politik yang mendapatkan suara signifikan dan lolos ET untuk pemilu
2009. Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang mencapai ambang batas
tersebut. Ketujuh partai tersebut adalah P.Golkar, PDI. Perjuangan, PKB, PPP,
P.Demokrat, PKS, dan PAN.
C.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Kepartaian
Klasifikasi
sistem kepartaian jika dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya
maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis; partai massa dan partai
kader. Jika dilihat dari segi sifat dan orientasinya partai politik dibagi dua
jenis; partai lindungan dan partai ideologi atau azas. Di dalam buku
Dasar-dasar Ilmu Politik yang ditulis Prof. Miriam Budiardjo sistem klasifikasi
kepartaian yang lebih banyak digunakan dalam ranah demokrasi yakni :
1.
Sistem Partai Tunggal
Sistem
partai tunggal ini merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun
partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya. Pola
partai tunggal terdapat dibeberapa negara Afrika (Ghana dimasa Nkrumah, Guinea,
Mali, Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Suasan kepartaian dinamakan
non-kompetitif oleh karena itu partai-partai yang ada harus menerima pimpinan
dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan
partai itu.
Negara
yang paling berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet.
Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif, tidak ada
partai lain yang boleh bersaing, ataupun yang ditolerir. Oposisi dianggap
sebagai pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya
berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan
dari kepentingan rakyat secara menyeluruh.
Sistem
partai tunggal mengandung kelemahan-kelemahan dalam parkteknya antara lain:
1.
Sistem partai tunggal tidak pernah akan menjamin adanya
perlindungan terhadap HAM, mengingat didalam sistem ini selalu berbarengan
dengan sistem kediktatoran dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif berada pada satu tangan sehingga pelaksanaan kekuasaannya itu berlaku
sewenang-wenang. Kecenderungan lain adalah sistem partai tunggal ini terkadang
membawa bencana bagi kelangsungan demokrasi baik bagi rakyat, bangsa, maupun
negara. Hal ini bisa dilihat dinegara-negara komunis. Demikian pula halnya
sistem partai tunggal yang berdasarkan pada azas fasisme seperti Italia
Musolini dan faham Naziisme seperti Jerman Hitler.
2.
Tidak tercapainya perwujudan masyarakat yang sejahtera. Hal ini
bisa dilihat pada pemerintahan Khmer Merah Kheu Sampan di Kamboja atau
Pemerintahan Mao Tse Tung di Cina dimana rakyat banyak yang sengsara.
3.
Tidak adanya sistem kontrol sosial.
4.
Sistem partai tunggal tidak mengakui doktrin-doktrin politik
demokrasi yang berlaku dinegara-negara liberal ataupun negara demokrasi
lainnya.
5.
Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya konstitusi yang
bersifat filsafat negara demokratik, struktur organisasi negara, perubahan
terhadap konstitusi negara dan hak azasi manusia.
6.
Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya kebebasan pers.
7.
Rakyat tidak mempunyai pilihan lain dalam mengemukakan pendapat
dan hak-haknya.
2.
Sistem Dwi Partai
Sistem
dwi partai atau dua partai merupakan adanya dua partai dalam sebuah negara atau
pemerintahan atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua
partai. Partai-partai ini terbagi kedalam partai yang berkuasa (karena menang
dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam pemilu).
Sistem
dwi partai biasa disebut dengan istilah “a convenient system for contented
people” dan memang kenyataannya sistem dwi partai dapat berjalan dengan baik
apabila terpenuhi tiga syarat; komposisi masyarakat adalah homogen, konsesus
dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah kuat, dan
adanya kontinuitas sejarah.
Negara-negara
yang menganut sistem dwi partai ini adalah Inggris dengan partai Buruh dan
partai konservatifnya, Amerika dengan partai Republik dan partai Demokrat,
Jepang, dan Kanada. Sistem dwi partai umumnya diperkuat dengan digunakannya
sistem pemilihan distrik (single-member constituency) dimana dalam setiap
daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem dwi partai ini
mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan
partai-partai kecil.
Kelebihan
sistem dwi partai ini antara lain:
1.
Dalam sistem distrik suara pemilu yang dihasilkan selalu suara
mayoritas,
2.
Terwujudnya stabilitas pemerintahan yang dapat berjalan sesuai
dengan kurun waktu yang telah ditetapkan,
3.
Pergantian pemerintahan dalam sistem ini dengan pemilu sistem
distrik cenderung berjalan normal,
4.
Program-program pemerintah dapat berjalan dengan baik,
5.
Adanya keterikatan pada konstitusi negara.
3.
Sistem Multi Partai
Sistem
multi partai adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua partai
dalam sebuah negara atau pemerintahan. Sistem ini banyak dianut oleh
negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dsb.
Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada lembaga legislatif
sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan
oleh karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu
pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai
lain.
Beberapa
kelemahan sistem multi partai ini antara lain:
1.
Pemerintahan selalu dalam keadaan tidak stabil,
2.
Program-program pemerintah kurang berjalan dengan efektif,
3.
Ideologi partai politik tidak lagi melandasi konstitusi negara
atau falsafat hidup suatu bangsa, Sistem ini cenderung lamban dalam
mengembangkan pertumbuhan ekonomi makro maupun mikro,
4.
Sistem ini mengurangi fungsi nasionalisme dalam suatu negara,
5.
Sistem ini belum pernah melahirkan negara yang super power.
Sedangkan
kelebihan dari sistem multi partai adalah:
1.
Setiap individu diberikan kesempatan menjadi pimpinan sebuah
partai politik,
2.
Kontrol sosial lebih banyak terjadi dilakukan oleh partai-partai
politik,
3.
Sistem ini memberikan alternatif banyak pilihan pada warga Negara pilihan
pada warga negara.
D. Fungsi Partai Politik dalam Negara Demokrasi
Dalam
berbagai literatur partai politik mempunyai fungsi sebagais arana komunikasi
politik (instrumentof political comunication), sosialisasi politik (instrument
of political socialization) rekrutmen politik (selection of leadership),
danpengatur konflik (conflict management). Namun fungsi ini akan bergeser
maknatergantung pada sistem ideologi politik yang melatarbelakangi rejim yang
berkuasa,seperti fungsi partai politik di negara tirani akan berbeda makna
dengan fungsi partaipolitik di negara sosial atau kapitalis.Arti dan Fungsi
Partai Politik di Indonesia Secara teoritis pengertian partai politik di mana
pun sama. Namun dalamprakteknya sering terjadi distorsi karena pengaruh
berbagai hal. Di Indonesia misalnya,arti dan fungsi partai politik sedikit
bergeser makna. Partai politik bukannya berfungsisebagai sarana penghubung
rakyat dengan pemerintah tetapi sebagai sarana berkonflikdengan pemerintah. Di
Indonesia setiap terjadi perubahan pemerintah terjadi perbedaaninterpretasi
terhadap partai politik. Hal ini lantaran setiap pemerintahan membawa visi,
misi dan tujuan yang tidakselalu sama. Karena perbedaan itu sejarah
perkembangan partai politik di negara kitadapat dikategorikan menjadi periode
masa revolusi atau pada masa pemerintahankolonial, periode Demokrasi Liberal,
periode Demokrasi Terpimpin dan periode Demokrasi Pancasila
Fungsi di Negara
Demokrasi
Dalam negara
demokrasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi antara lain :
1. Sebagai
sarana komunikasi politik
Salah satu tugas
dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat
dalam masyarakat bisa diminimalkan.
2. Sebagai
sarana sosialisasi politik
Partai politik
memainkan peran dalam membentuk pribadi anggotanya. Sosialisasi yang
dimaksudkan adalah partai berusaha menanamkan solidaritas internal partai,
mendidik anggotanya, pendukung dan simpatisannya serta bertanggung jawab
sebagai warga negara dengan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan
bersama.
3. Sebagai
sarana rekruitment politik.
Partai politik
mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan
politik sebagai anggota partai. Cara-cara yang dilakukan oleh partai politik
sangat beragam, bisa melalui kontrak pribadi, persuasi atau menarik golongan
muda untuk menjadi kader.
4. Sebagai
sarana pengatur konflik.
Partai politik harus
berusaha untuk mengatasi dan memikirkan solusi apabila terjadi persaingan dan
perbedaan pendapat dalam masyarakat. Namun, hal ini lebih sering diabaikan dan
fungsi-fungsi diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharpakan.
5. Sebagai
sarana partisipasi politik
Partai politik harus
selalu aktif mempromosikan dirinya untuk menarik perhatian dan minat warga
negara agar bersedia masuk dan aktif sebagai anggota partai tersebut. Partai
politik juga melakukan penyaringan-penyaringan terhadap individu-individu baru
yang akan masuk kedalamnya.
6. Sebagai
sarana pembuatan kebijakan
Fungsi partai politik
sebagai pembuat kebijakan hanya akan efektif jika sebuah partai memegang
kekuasaan pemerintahan dan mendominasi lembaga perwakilan rakyat. Dengan memegang kekuasaan, partai politik akan lebih leluasa
dalam menempatkan orang-orangnya sebagai eksekutif dalam jabatan yang bersifat
politis dan berfungsi sebagai pembuat keputusan dalam tiap-tiap instansi
pemerintahan.[[1]]
E. Sistem Perwakilan dan Pemilu
1. Pengertian Pemlihan Umum
Salah
satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu
adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan
ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa
prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh
rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan
semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi
dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Berdasarkan
uraian di atas, Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan
perwakilan (representative government). Secara sederhana, Pemilihan Umum
didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang
akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
2. Sistem Pemilihan Umum
Dalam
ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok,
yaitu:
a. Single-member Constituency (satu
daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
b. Multy-member Constituency (satu
daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan
berimbang atau Sistem Proporsional).
1. Sistem Perwakilan
Distrik
didalam sistem distrik satu wilayah
kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara terbanyak, sistem distrik
memiliki variasi, yakni :
firs past the post : sistem yang menggunakan single memberdistrict dan
pemilihan yang berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara
terbanyak.
the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan
untuk menentukan pemenang pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang
yang memperoleh suara mayoritas.
the alternative vote : sama seperti firs
past the post bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan
preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon
yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon
yang ada.
Kelebihan
Sistem Distrik
a. Sistem ini mendorong terjadinya
integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
b. Perpecahan partai dan pembentukan
partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara
alami.
c. Distrik merupakan daerah kecil,
karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan
hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
d. Bagi partai besar, lebih mudah untuk
mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
e. Jumlah partai yang terbatas membuat
stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan
Sistem Distrik
a. Ada kesenjangan persentase suara
yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih
berkuasa.
b. Partai kecil dan minoritas merugi
karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
c. Sistem ini kurang mewakili
kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
d. Wakil rakyat terpilih cenderung
memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
2. Sistem Perwakilan
Proporsional
Gagasan
pokok sistem Perwakilan Berimbang (Proportional Representation) terletak pada
sesuainya jumlah kursi parlemen yang diperoleh suatu golongan atau partai
dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat. Pada sistem ini negara
dibagi dalam beberapa daerah pemilihan yang besar, dan setiap daerah pemilihan
memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan
itu. Dengan demikian kekuatan suatu partai dalam masyarakat tercermin dalam
jumlah kursi yang diperolehnya dalam parlemen, artinya dukungan masyarakat bagi
partai itu sesuai atau proporsional dengan jumlah kursi dalam parlemen. Menurut
beberapa kalangan Sistem Perwakilan Berimbang memiliki kelebihan, diantaranya :
Dianggap
demokratis dan representatif, oleh karena semua aliran yang ada dalam
masyarakat terwakili dalam parlemen, sedangkan jumlah wakil dalam badan itu
sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh dari masyarakat dalam masing-masing
daerah pemilihan;
Dianggap
lebih adil karena golongan kecil sekalipun mempunyai kesempatan untuk
mendudukkan wakil dalam departemen. Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini
diharapkan lebih cenderung untuk mengutamakan kepentingan nasional daripada
kepentingan daerah;
Demikian
pula Sistem Perwakilan Berimbang memiliki kekurangan, yakni :
a. Mempermudah fragmentasi partai dan
menimbulkan kecendrungan kuat di kalangan anggota untuk memisahkan diri dari
partainya dan membentuk partai baru.
b. Wakil yang terpilih mersa dirinya
lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah yang mewakilinya disebabkan
partai lebih menonjol perannya daripada kepribadian seseorang.
c. Banyaknya partai yang bersaing
menyulitkan suatu partai untuk meraih mayoritas (50%+1) yang perlu membentuk
suatu pemerintahan. Terpaksa partai terbesar mengusahakan suatu koalisi dengan
beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam parlemen. Koalisi semacam
ini sering tidak langgeng sehingga tidak membina stabilitas politik.
d. Biasanya sistem
Perwakilan Berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain
antara lain dengan sistem daftar (List System), yang kemudian dibagi lagi
menjadi sistem daftar terbtutup dan sistem daftar terbuka.
e. Dalam sistem
daftar tertutup setiap partai mengajukan satu daftar calon dan si pemilih
memilih memilih satu partai dengan semua calon yang dicalonkan oleh partai itu,
untuk berbagai kursi yang diperebutkan. Kelemahan sistem ini, yakni tidak
dikenalnya calon wakil oleh pemilih direvisi oleh sistem daftar terbuka dengan
pemilih mencoblos wakilnya secara langsung dari daftar nama calon selain
memilih tanda gambar.
Selain itu
Kelebihan Proposional Terbuka adalah :
a. Representatif,
dukungan masyarakat tercermin dalam jumlah wakil DPR;
b. Memberi peluang
bagi orang yang disegani di daerah untuk mendapat tempat di DPR;
c. Anggota DPR
akan lebih independen dan kedudukannya dalam hubungan dengan pimpinan partai
dan tidak usah terlalu takut akan direcall jika berbeda pendapat dengan
pimpinan partai dan pihak lain;
d. Kedudukan yang
lebih kuat dari masing-masing anggota DPR akan dapat meningkatkan kualitas DPR.
Kelebihan
Sistem Proposional
a. Dianggap lebih mewakili suara rakyat
karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
b. Setiap suara dihitung dan tidak ada
yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk
menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen
dan pluralis.
Kelemahan Sistem Proposional
a. Berbeda dengan sistem distrik,
sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai
yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
b. Wakil rakyat kurang akrab dengan
pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan
kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
c. Banyaknya partai yang bersaing
menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
Perbedaan
pokok antara sistem distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung
perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam
parlemen bagi masing-masing partai politik.
Tujuan
diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil
daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh
dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
F. Kelompok Kepentingan dan Penekan
1.
Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan adalah sekelompok manusia yang
mengadakan persekutuan yang didorong oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Kepentingan ini dapat berupa kepentingan umum atau masyarakat luas ataupun
kepentingan untuk kelompok tertentu. Contoh persekutuan yang merupakan kelompok
kepentingan, yaitu organisasi massa, paguyuban alumni suatu sekolah, kelompok
daerah asal, dan paguyuban hobi tertentu.[[2]]
Kelompok kepentingan bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu
“kepentingan” dengan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan
keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan.
Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam
dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai
didalamnya atau instansi yang berwenang maupun menteri yang berwenang.[[3]]
2.
Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan merupakan sekelompok manusia yang
berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan
tekanan kepada pihak penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang
kekuasaan. Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Nasib Petani, dan
Lembaga Swadaya Masyarakat Penolong Korban Gempa. Pada mulanya, kegiatan
kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun perkembangan situasi dan kondisi
mengubahnya menjadi pressure group.[[4]]
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Negara Indonesia menganut Sistem Kepartaian
Multi Partai. Hal ini dapat dilihat dari jumlah partai yang berpartisipasi
dalam pemilu berjumlah lebih dari dua partai. Di samping itu diisyaratkan pula
pada pasal 6A (2)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dengan demikian dari pasal
tersebut di dalam pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat
tiga partai politik.
2.
Dalam sistem kepartaian terdapat 3 jenis :
- Sistem Partai Tunggal, yang mana pada sistem ini hanya ada satu partai yang berkuasa pada suatu negara, sehingga tidak ada kompetisi partai dalam negara tersebut. Namun dalam sistem ini partai-partai kecil tidak diberi keleluasaan.
- Sistem Dwi Partai, yang mana dalam partai ini hanya terdapat dua partai yang bersaing, sehingga dengan adanya sistem ini cenderung akan menghambat perkembangan partai-partai kecil. Namun di sisi lain program-program pemerintah akan berjalan dengan baik.
- Sistem Multi Partai, yang mana pada sistem kepartaian ini terdapat lebih dari tiga partai, sehingga program-program pemerintah cenderung tidak berjalan dengan baik. Namun sistem ini lebihmemberi kesempatan kepada setiap individu untuk menjadi pemimpin.
3.
Indonesia tidak cocok dengan sistem multipartai. Hal itu
dikarenakan sistem pemerintahan di Indonesia adalah presidensial. Pemerintahan
yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya lebih kuat kedudukan politiknya.
Tetapi yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, sehingga membuat Presiden
menjadi kurang berdaya dalam menata kehidupan berdemokrasi ke arah yang lebih
baik.
4.
Ada beberapa alternatif sebagai bentuk upaya penyelesaian masalah
yang terjadi di dalam sistem multi partai diantaranya :
a.
Mengubah sistem presidensial menjadi sistem parlemen
b.
Mengubah sistem kepartaian
c.
Mengurangi jumlah partai politik
d.
Melaksanakan pemilu presiden dan legislatif secara bersama-sama
DAFTAR PUSTAKA
Partono. 2010. Sistem Mulati Partai, Presidensial,dan Persoalan
Efektivitas Pemerintah .
Jakarta.
[online] tersedia di :
http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/438-sistem-multi-partai-presidensial-dan-persoalan-efektivitas-pemerintah.html
Metrotvnews. 2011. Indonesia Dinilai Tak Cocok dengan
Multipartai. Jakarta. [Online] tersedia di:
http://metrotvnews.com/metromain/newscat/polkam/2011/05/29/53063/Indonesia-Dinilai-Tak-Cocok-dengan-Multipartai.html
TrionoMuhammad. Sistem Kepartaian. Jakarta.
[online] tersedia di :
http://pojokmastri.blogspot.com/2009/04/bahan-ajar-kuliah-pertemuan-ke-7.html
Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Eddi Wibowo
dkk.2004.Ilmu Politik Kontemporer.Yogyakarta:YPAPI.
Bambang S dan
Sugianto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Surakarta:Penerbit Grahadi.
Larry Diamond, Marc F. Plattner. Nasionalisme,
Konflik etnik, dan Demokrasi. 1998. Bandung: ITB dengan bantuan United States
Information Service. William Ebenstein, Edwin Fogelman. Isme-Isme Dewasa Ini.
1994. Jakarta: Erlangga. Samuel P. Huntington. Gelombang Demokratisasi Ketiga.
1997. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Jeff Haynes. Democracy and Civil Society
In the Third World Politics and New Political Movements, 1997. Robert A Dahl.
An Democracy, 1999 Jakarta, 5 Desember 2008 Henry B. Mayo, dalam Miriam
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 61 Harris,
Syamsuddin. 2000. Pemilu 1999 dan Format Baru Politik Indonesia. Dalam
“Memastikan Arah Baru Demokratisasi”. Bandung : Mizan. Seri Penerbitan Studi
Politik.